25 October 2012

Kontribusi dalam Sekeping Koin*

Sejarah mengajarkan, bangsa-bangsa yang keras kepala seperti Korea dan Yahudi bisa saja banyak dimusuhi, namun mereka bisa kuat karena bersatu." DEMAM Gangnam style kini sedang mendunia. Lagu dan jogetnya yang unit membuat semua orang tak malu-malu mendendangkan ataupun mengikuti gerakannya. Tak terkecuali Chairman Google Eric Scmidt pun ikut bergoyang ala Gangnam style yang dipopulerkan rapper Korea Selatan (Korsel) PSY itu. 
Lagu Gangnam Style bahkan menjadi paling populer di laman daring Youtube dengan jumlah like mencapai 2,6 juta sehingga memecahkan rekor baru. Kepopuleran lagu yang menyindir kalangan kelas atas yang tinggal di Gangnam, Korsel, itu seolah melengkapi demam artis-artis Korea atau biasa dikenal dengan K-pop tersebut. Budaya-budaya Korea kini secara perlahan mulai merasuk ke budaya budaya negara lain, melengkapi produk-produk Korea yang sudah mendunia sebelumnya seperti Samsung dan Hyundai. 
Perlahan tapi pasti, produkproduk Korea mulai berani bersaing dengan produk produk Jepang yang sudah mendunia terlebih dahulu. Tapi bagaimana sikap kita terhadap nilai-nilai, budaya, dan bahkan pada produk dan korporasi buatan bangsa sendiri? Bagaimana produk Korea itu bisa mendunia, tentu tidak lepas dari sikap keras kepala mereka. Mengapa keras kepala? Orang-orang Korea terkenal keras dalam membeli produk-produk buatan negerinya. 
Ketika Hyundai meluncurkan produk pertamanya pada 1975, orang-orang Korea mendukungnya habis-habisan meski gengsinya tidak ada, pa sokan suku cadangnya belum terjamin, dan servisnya belum memadai. Secara hitung-hi tungan, jadinya malah mahal. Tetapi mereka tetap menghargai produk negeri sendiri dan membelinya. “Ini adalah produk bangsaku, dan aku harus mendukung. Jika suatu saat menjadi besar dan bagus, saya juga ikut menjadi besar,“ begitu panggilan jiwa mereka. Itulah budaya ekonomi orang-orang Korea. Kebanggaan serupa juga ditemui pada bangsa-bangsa Yahudi. 
Sewaktu belajar di Amerika Serikat, saya sering menyaksikan orang-orang Yahudi yang selalu membeli baju-baju buatan Israel meski harganya lebih mahal dan kualitasnya kalah dari baju buatan bangsa lain. Ini semua tentu dilakukan karena kesadaran, bukan paksaan. Berkontribusi terhadap negara dengan membeli produk buatan bangsa sendiri adalah sebuah panggilan. Maka saya berpikir, tak mengherankan jika kemudian bangsa Yahudi menjadi bangsa yang sulit ditaklukkan. 

Melalui hal kecil 
Sayangnya, dewasa ini kecintaan terhadap produk buatan dalam negeri masih belum terlihat. Masyarakat kelas menengah Indonesia hanya mau membayar mahal untuk barang-barang mewah buatan asing, tetapi perhitungan dalam membayar barang atau jasa buatannya sendiri. Kita berobat ke luar negeri, tetapi yang murah-murah kita tinggalkan. Kita rela membayar tiket pesawat terbang armada asing yang mahal, namun hanya memakai armada nasional saat sedang diskon. Padahal dunia internasional telah mengakui pelayanan armada nasional (Garuda) adalah yang terbaik dalam industri penerbangan dunia. Demikian pula gairah memakai bahan bakar kendaraan di sini. Kita berebut bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, namun begitu harus membeli yang lebih mahal beralih ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) asing. 
Masih belum banyak orang yang memperhatikan bahwa dengan mendukung merek lokal berarti telah berkontribusi besar. Sifat masyarakat yang hitung hitungan kemudian dimanfaatkan oleh para produsen asing di sini dengan market-entry strategy pada produk-produk yang terkesan homogen seperti BBM dan telekomunikasi. Dengan harga yang sedikit saja lebih murah bahkan cenderung predatory like pricing, yang menawarkan lebih murah akan mengambil semuanya. Bahkan setahu saya ada SPBU asing yang memakai pricing strategy Rp50 lebih murah dari berapa pun harga yang dipasang Pertamina. Harganya hanya beda sekeping mata uang logam yang nilainya tidak seberapa, tetapi menghipnosis pasar dengan persepsi. Tentu saja produk BBM sesungguhnya tidak homogen. 
Beda sekeping uang logam berakibat besar karena market size-nya begitu besar. Tentu saja ada technical treatment yang harus dikorbankan. Secara ekonomis sudah pasti dampak buruknya jauh lebih besar dari penghematan yang hanya lima puluh perak itu. Produk BBM tidak homogen karena masing-masing memiliki kelebihan tersendiri. Penasaran melihat harga predatory like itu, saya pun memeriksa pertamax yang dipakai sopir saya. Dengan selisih tak seberapa itu saya menemukan implikasi yang besar. Mesin kendaraan lebih sehat dan ramah lingkungan. 
Membeli produk tersebut juga berarti memberikan kontribusi kepada BUMN yang menjualnya, sehingga kemudian keuntungannya bisa diberikan kepada masyarakat. Memang ini agak teknis, tetapi saya kira masyarakat perlu diberi tahu. Karena kurangnya pengetahuan terhadap nilai tambah tersebut, satu-satunya patokan yang kemudian digunakan konsumen dalam membeli produk itu ialah faktor harga yang lebih murah. Itulah mengapa kemudian BBM yang dijual BUMN kita menjadi produk yang sangat elastis. Sekali harganya naik sedikit saja, permintaannya beralih kepada yang lebih murah. Namun ini berarti keuntungannya akan dibawa ke luar negeri dan kerusakan akan dialami konsumen dalam negeri. 
Padahal kalangan menengah Indonesia saat ini mulai tumbuh, makin kuat, dan mobil-mobilnya pun terlihat lebih mahal. Kelas menengah kita mulai mampu menyekolahkan anaknya di sekolah internasional. Saya merasa perlu menuliskan hal ini agar jangan terhipnotis hanya oleh sekeping uang logam, namun satu generasi hilang. Sejarah mengajarkan, bangsa-bangsa yang keras kepala seperti Korea dan Yahudi bisa saja banyak dimusuhi, namun mereka bisa kuat karena bersatu. Bagi mereka, kontribusi kepada negara tidak bisa dinilai dengan selisih harga yang setara dengan uang koin. 
*Oleh: Rhenald Kasali 
Guru Besar Fakultas Ekonomi UI dan pendiri Rumah Perubahan

25 September 2012

c3000 vs e3000

c3000 adalah istilah yang saya ciptakan di Twitter untuk menyebutconsumer 3000 atau kelompok konsumen kelas menengah Indonesia. Sedangkan e3000 adalah istilah saya untukentrepreneur 3000 yaitu wirausahawan yang berasal dari kalangan kelas menengah. Ya, perlu diingat bahwa kalangan kelas menengah merupakan sumber kelas wirausahawan yang potensial mengingat mereka memiliki discretionary income (duit menganggur) yang cukup besar yang bisa diinvestasikan dalam beragam bentuk bisnis.

Dua Sisi


Apa hubungannya c3000 dan e3000? Dalam berbagai kesempatan diskusi dan seminar saya sering mengatakan bahwa kalangan kelas menengah merupakan aset paling berharga untuk membentuk Indonesia menjadi kekuatan ekonomi dominan di dunia. Peran krusial kelas menengah ini bisa diihat dari dua sisi.


Pertama dari sisi permintaan (demand), yaitu peran mereka sebagai konsumen atau pasar luar biasa besar yang menyerap berbagai produk-produk industri kita mulai dari makanan-minuman, TV flat, mobil, hingga produk perbankan. Data BPS tahun lalu menunjukkan bahwa dengan penduduk mencapai 240 juta jiwa, kini sekitar 55% dari GDP (gross domestic product) kita berasal dari konsumsi dalam negeri (domestic consumption) yang mencapai angka sangat fantastis lebih dari Rp.4.000 triliun. Pasar domestik ini merupakan potensi pasar yang luar biasa besar.


Kedua, dari sisi penawaran (supply), yaitu peran mereka sebagai “produsen” atau lebih tepat disebut wirausahawan yang bergerak dalam berbagai sektor produktif pencipta nilai (value-creating activities). Dalam literatur ekonomi kelas menengah, memang kelompok ini memiliki peran strategis di dalam perekonomian suatu negara sebagai sumber bagi terbentuknya kelas wirausaha.


Dengan potensi discretionary income yang cukup besar mereka memiliki peluang paling besar untuk menjadi wirausahawan pencipta lapangan kerja bagi kalangan masyarakat di bawahnya. Di samping itu mereka juga memiliki apa yang disebut “middle class etos” yaitu nilai-nilai pekerja keras, berwawasan global, kreativitas, mengambil risiko (take-risk), dan pembelajar.


Ekonomi Keropos


Nah, ini dia hubungan antara c3000 dan e3000. Kalau negeri ini kuat c3000-nya, tapi tidak diikuti dengan kokohnya fondasi e3000, maka ekonomi bangsa ini akan keropos. Ya, karena kita hanya menjadi “bangsa pengonsumsi” dan “bangsa penikmat”. Kita hanya menjadi pasar bagi produk-produk asing yang menghisap manisnya madu negeri ini. Konsumsi domestik 4.000 triliun di atas hanya menjadi “bancaan” (bahasa jawa untuk: “kenduri”) para pelaku ekonomi asing. Kalau sudah begitu, maka cepat atau lambat kita akan menghadapai problem neraca pembayaran akut yang menjadikan keroposnya ekonomi kita.


Kita tidak bangga kalau hanya punya c3000 yang konsumtif danhedonis. Kita tidak bangga kalau hanya punya c3000 yang tiap akhir pekan berjejal-jejal membanjiri mal-mal yang bertebar produk branded asing. Kita tidak bangga kalau hanya punya c3000 yang bisanya hanya menyukseskan Java Jazz Festival atau konserJustin Bieber dan Katy Perry. Kita juga tidak bangga kalau hanya punya c3000 yang mobilnya (mobil merek asing tentu saja) membikin Jakarta lumpuh total oleh kemacetan.


Kita baru bangga jika c3000 yang tumbuh luar biasa ini juga diikuti oleh tumbuh luar biasanya e3000. Bangsa ini tak boleh hanya sekedar menjadi bangsa penikmat dan bangsa konsumtif, tapi juga harus menjadi bangsa pencipta nilai dan bangsa produktif. Dengan c3000 yang luar biasa besar, bangsa ini tak boleh hanya menjadi pasar merek-merek asing; tapi dengan kekuatan e3000 yang kokoh harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Itu artinya, kelas menengah kita juga harus menempa diri menjadi kelas wirausahawan yang tangguh dan menjadi backbone ekonomi bangsa.


Momentum


Karena adanya urgensi di atas, saya berpendapat kinilah saatnya e3000 Indonesia bangkit. Tumbuh pesatnya c3000 harus dijadikan momentum untuk menumbuhkan e3000 dalam jumlah besar. Revolusi c3000 yang menghasilkan pasar domestik yang sangat besar haruslah dimanfaatkan oleh e3000 untuk menempa diri menciptakan produk-produk yang mampu bersaing dengan merek asing. Hanya dengan c3000 (sisi demand) yang juga diikuti e3000 (sisi supply) yang solid, Indonesia akan memiliki kemandirian ekonomi, karena tak tergantung dari produk-produk hebat asing.


Kini saatnya e3000 harus memiliki sensitifitas luar biasa untuk mengendus setiap peluang yang muncul dari adanya revolusi c3000. Saya optimis e3000 memiliki daya saing unggul melawan merek-merek asing karena seharusnya merekalah yang paling mengerti seluk-beluk pasar Indonesia. Dengan pemahaman perilaku pasar Indonesia, e3000 haruslah mampu membangun local branddengan local advantages yang unik dan tak kalah dari global brand.

Tiga tahun terakhir Indonesia mengalami perkembangan ekonomi luar biasa. Menyusul terlampauinya GDP perkapita $3000 Indonesia tumbuh menjadi salah satu pasar terbesar di dunia yang dilirik produk dan investasi asing. Alangkah menyedihkan jika potensi pasar yang besar itu hanya dimanfaatkan produk-produk asing, karena memang kita tak mampu memanfaatkannya. Untuk bisa menggarapnya kita butuh e3000 dalam jumlah besar. Karena itulah, di samping “revolusi c3000” kita juga harus mendorong terbangkitkannya “revolusi e3000”.

Pahlawan Nasional


Kalau pada jaman Proklamasi 1945 dulu tantangan terbesar bangsa ini adalah kemerdekaan dari penjajah Belanda, maka tantangan kita ke depan adalah bagaimana membawa Indonesia menjadi bangsa besar dengan kemandirian ekonomi yang kokoh. Karena itu, kalau pahlawan nasional di jaman kemerdekaan dulu adalah para pejuang yang mengangkat senjata melawan penjajah, maka kini pahlawan nasional itu adalah e3000 yang peduli dan bertanggung-jawab pada kejayaan dan kemandirian ekonomi bangsa.


Kalau di jaman kemerdekaan dulu pahlawan nasional bisa dihitung dengan jari (Soekarno, Hatta, Sudirman, dll.), maka kini pahlawan nasional itu ribuan, ratusan ribu, bahkan kalau bisa jutaan. Ya, karena semakin banyak dari bangsa ini yang menjadi e3000, maka Indonesia akan menjadi bangsa yang makin besar dan makin mandiri. Mari menjadi e3000 yang peduli dan bernurani. By : Yuswohady

06 September 2012

Bisnis Boleh Sama tapi Layanannya Berbeda


Jika ingin memenangkan persaingan di dalam bisnis maka bisnis kita harus mempunyai ciri khusus yang bisa selalu diingat oleh pelanggan yang menjadi target market kita
Kita harus membangun sebuah pelayanan yang unik yang bisa menjadi kekuatan yang sulit untuk ditiru oleh kompetitor yang setiap saat selalu bermunculan
Ada 3 pilar kekuatan dalam membangun pelayanan, yaitu :
1. Niche
2. Knowledge
3. Experience

Niche 

Niche atau sering disebut ceruk adalah sebuah ciri khusus yang menggambarkan bisnis kita yang berujung untuk melayani pelanggan dengan produk yang khusus
Jika bisnis kita bisa bermain dalam niche market yang tepat maka kita bisa dikenal sebagai pemain spesialis di bidang tersebut
Untuk bisa menemukan niche, bisa dimulai dengan menjawab pertanyaan berikut :
1. Siapakah yang membutuhkan layanan kita
2. Apakah masalah utama pelanggan
3. Solusi apa yang bisa kita berikan kepada pelanggan untuk menyelesaikan masalahnya
4. Apa hasil dramatis yang akan mereka peroleh ketika menggunakan jasa kita
Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas maka kita akan bisa menemukan niche yang tepat sesuai dengan kondisi bisnis kita

Knowledge

Knowledge adalah "pintu gerbang" untuk merubah prospek menjadi pelanggan kita, jadi peran knowledge disini sangat penting sekali
Contoh, seorang sales server komputer harus bisa menjelaskan secara detil spesifikasi unit yang dijual beserta kelebihan-kelebihannya dan juga pemilihan aplikasi/software pendukung yang bisa di "jalankan" di unit server tersebut
Knowledge ini sangat penting dikuasai oleh semua karyawan kita karena sering sekali dari hasil ngobrol-ngobrol santai, seorang calon pelanggan yang tidak punya rencana untuk membeli akhirnya menjadi beli produk kita karena tertarik dengan feature-feature yang ada setelah dijelaskan dengan detil oleh karyawan kita
Agar knowledge selalu terasah maka harus selalu dijalankan 2 hal berikut ini
1. Pelatihan secara terus menerus
2. Jam terbang yang selalu ditambah
Knowledge bisa dapat dari buku, seminar, workshop, diskusi, dll

Experience

Experience ini berhubungan dengan pengalaman yang diterima oleh pelanggan selama mereka menggunakan product kita
Jika experience yang di terima bisa memuaskan pelanggan maka pelanggan tersebut akan bisa sangat setia kepada kita bahkan bisa menjadi sales gratis bagi bisnis kita
Experience bisa dibangun melalui 4 hal
1. Pahami apa experience yang diharapkan oleh pelanggan
2. Lakukan riset dan buat skenario pengalaman pelanggan seperti yang akan diciptakan
3. Latih tim secara terus menerus agar dapat mendeliver pengalaman tadi
4. Buat faktor WOW..!! (Melampaui keinginan pelanggan)

Ketiga faktor diatas : Niche, Knowledge dan Experience harus dijalankan secara bersama-sama secara terus menerus dan selalu dikontrol setiap saat agar kelangsungan bisnis tidak terganggu

*disimpulkan dari hasil talkshow bersama pak @fauzyrachmanto di sindo radio bandung
Salam sukses dunia akherat,
Rawi wahyudiono

04 September 2012

Become a Global Player

Itu pesan utama yang disampaikan Mas Handry Satriago [Twitter 
@HandryGE] sebagai pembicara ketiga di Anniversary ke-2 @AkademiBerbagi 
Sabtu kemarin.
Siapa Handry Satriago? Saya juga baru sekali ini 
mendengar dan bertemu beliau. Sama sekali bukan nama populer dibanding 
dua pembicara lain, Anies Baswedan dan Didi Petet. Tapi begitu beliau 
bicara, seluruh ruangan seperti terhipnotis oleh kata-katanya. 
Kharismatik, berwibawa dan semangat optimisme memancar dari dirinya. 
Jika kita hanya mendengar suaranya saja, misalnya dari radio, tentu kita tidak akan menyangka jika beliau berbicara sambil duduk di kursi roda!
Ya beliau tidak bisa berjalan sejak umur 17 tahun karena kanker limfoma. 
Beliau adalah CEO GE (General Electric) Indonesia. Dan merupakan CEO pertama 
pribumi di GE Indonesia.

Bagaimana caranya agar kita menjadi global player? Tidak berarti kita harus ke luar negeri. Tapi yang utama adalah kita punya global mindset. Apa pun profesi kita, karyawan, profesional, atau entrepreneur, jika kita punya global mindset, kita akan bisa berkompetisi dengan SDM luar.

Kuncinya adalah terus belajar. Keep learning. Kembangkan wawasan, knowledge dan skill.
Beliau anjurkan juga untuk banyak melakukan travelling. Karena travelling akan 
memperkaya kita. Secara berkelakar, Mas Handry katakan, tips untuk 
sukses saat ini adalah: bisa bahasa Inggris sebaik mungkin, punya 
paspor, dan belajar geografi.

Tips lain adalah berani bilang 
“tidak”. Beliau pernah tanya kepada CEO GE Pusat waktu datang ke 
Jakarta, kenapa baru sekarang diangkat CEO orang pribumi. Jawabnya, “Indonesian people is hard to say NO”. Orang kita katanya tidak berani bilang “tidak”. Ya mungkin karena budaya sungkan dan tepo-seliro :)

Satu lagi tips beliau untuk menjadi global player adalah, selalu straight to the point. Saat bicara, saat presentasi, dan lain-lain, tidak perlu muter-muter, bicara langsung ke intinya. Langsung ke why-what-how-nya.

Untuk para entrepreneur, menjadi global player tidak berarti produk kita harus diekspor ke luar negeri. Yang lebih penting adalah kita, pengusahanya, harus menjadi global player tadi. Punya global mindset. Maka produk kita akan punya daya saing yang lebih.

Salah satu kuncinya adalah dengan selalu berinovasi. Produk yang awalnya 
unik, akan segera punya follower bahkan plagiator. Jika kita tidak terus berinovasi, produk kita akan menjadi komoditi.

If your product lost your uniqueness, your product is just become commodity. Sama seperti kita.If you lost your uniqueness, you are just become commodity.
Strateginya adalah dengan mengedepankan kekayaan lokal yang kita miliki. Saat pasar dunia semakin mengglobal, saat itulah local-content semakin dituntut. Di situlah sejatinya uniqueness produk kita.

Tips terakhir dari CEO termuda dari 
seluruh GE global ini adalah, selalu tanyakan WHY dan WHY NOT. Kedua pertanyaan sakti ini akan membuat kita selalu terlatih untuk thinking out of the box.

Beliau cerita, salah satu produk andalan GE adalah USG, alat pendeteksi janin. Produk mereka sudah menguasai banyak rumah sakit besar di Indonesia. 
Revenuenya sangat bagus. Sampai suatu saat ada satu engineer di tim 
mereka yang menanyakan, kenapa USG tidak dijual ke puskesmas dan 
bidan-bidan, karena potensinya amat sangat besar.

Ide itu awalnya 
ditertawakan. Karena USG itu sangat mahal, ukurannya besar dan sangat 
berat. Nah itu tantangan kita, kata si engineer. Akhirnya sekarang GE 
berhasil men-develope produk USG seukuran handphone, ya 
handphone, yang menyasar para bidan dan puskesmas. Dan revenue dari 
sales USG ini jadi berlipat. Hanya karena dari satu orang yang bertanya 
WHY NOT.

.
Depok 3 September 2012
Muadzin F Jihad

Owner + CEO Semerbak Coffee

09 August 2012

Jadilah Entrepreneur. Sekarang.


Awalnya hanya karena iseng nyamber twitnya mas Siwo @yuswohady, akhirnya saya diajak untuk ikutan sharing buku barunya sembari buka puasa di kantornya mas @Handoko_h “Brand Gardener” di Darmawangsa Square kemarin malam. Menyenangkan sekali ketemu teman-teman baru dan lingkungan baru. Teman-teman dari bidang marketing dan branding.

Mas Siwo mengawali sharing buku yang diberi judul “Consumer 3000” ini dengan menggambarkan bahwa Indonesia akan memasuki suatu dunia yang sama sekali baru, a whole new world.

Saya tidak akan sharing di sini detil tentang definisi dan ciri-ciri Consumer 3000 dan segmentasi kelas menengah tersebut. Silakan beli buku luar biasa yang ditulis berdasarkan riset dan pengamatan penulis dan timnya selama hampir dua tahun ini.Consumer 3000 artinya perilaku konsumen dari negara yang pendapatan per kapita GDP-nya mencapai  $3000. Angka itu adalah batas masuknya suatu negara ke pendapatan menengah. Contoh nyata adalah Korea Selatan dan China. Begitu menembus GDP $3000, pertumbuhan ekonominya setelah itu menjadi sangat fenomenal.

Faktanya bahwa kelas menengah Indonesia saat ini sudah menggelembung menjadi 60% dari total penduduk. Kelas menengah ini akan jadi lokomotif pertumbuhan ekonomi yang powerful. Revolusi kelas menengah ini akan menciptakan tsunami perubahan konsumen baru, peta kompetisi baru dan lanskap bisnis baru.

Mereka punya disposal income, dana menganggur, setelah kebutuhan pokok dan sekunder mereka terpenuhi. Dengan dana itu mereka membeli produk dan jasa advance, seperti mobil, gadget terbaru, asuransi, liburan, dan lain-lain.
Tidak heran Jakarta bertambah macet, bandara Soeta padatnya sudah seperti Terminal Pulo Gadung, tempat liburan mahal penuh, sekolah taraf internasional bermunculan, smartphone dan Blackberry laris seperti kacang goreng.

Tentunya dibutuhkan produsen yang mampu memenuhi permintaan pasar yang demikian tinggi. Masalahnya sekarang, siapa yang akan mengisi permintaan tersebut?

China dengan sistem komunisnya berhasil menggiring kelas menengahnya naik kelas menjadi makmur. Pemerintahnya memproteksi produk luar agar tidak masuk, sehingga kelas menengah menyerap produk dalam negeri. Dari kita untuk kita. Akibatnya, industri di China berjaya. Ekonomi mereka bisa mandiri. Di samping itu, negara mendorong kelas menengah menetap di pedesaan bukan perkotaan, sehingga infrastruktur dan kemakmuran lebih merata.
Indonesia, menurut mas Siwo tidak akan bisa dibuat berkembang dengan sistem seperti China.  Perkembangan di sini akan mengikuti mekanisme pasar. Masalahnya, produsen luar negeri juga melihat Indonesia adalah pasar yang sangat menggiurkan. Bisnis-bisnis raksasa merangsek masuk, di semua bidang, bisnis online, perbankan, asuransi, otomotif, kuliner, bisnis franchise, dan lain-lain. Pernah saya tulis di blog saya, ada dua tulisan, di sini dan di sini.

Nah pertanyaannya sekarang adalah, apakah kita rela pasar yang begitu besar ini diisi oleh produk-produk luar negeri dan devisa yang besar melayang ke luar?

Yang mau saya garis bawahi adalah pernyataan Mas Siwo, bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk kita menjadi entrepreneur. Pasar begitu besar. Kasarnya, bisnis apa pun pasti akan laku. Tidak ada waktu yang lebih tepat untuk menjadi entrepreneur selain sekarang.
Inilah saatnya Indonesia butuh banyak entrepreneur. Untuk menghadang gempuran bisnis asing, untuk memutar roda perokonomian, sehingga devisa bisa diputar di sini, tidak diboyong ke luar negeri. Diharapkan, secara ekonomi kita bisa mandiri. Ini kesempatan emas untuk produk lokal menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Keuntungan lain adalah, entrepreneur dari kelas menengah dengan usaha UKM-nya ini, lebih bisa memberikan dampak langsung dalam mengentaskan kemiskinan dibanding entrepreneur besar. Karena tenaga kerja dari usaha UKM adalah kelas bawah, yang nantinya akan membuat mereka terangkat kelasnya, dari bawah menjadi kelas menengah baru.

Dan melihat sepak terjang Pemerintah selama ini dalam pengembangan kewirausahaan, tampaknya entrepreneur kita tidak bisa berharap banyak. Untuk itu sangat dibutuhkan peran komunitas-komunitas wirausaha independen seperti Tangan Di Atas (TDA), agar semangat wirausaha cepat menular dan mewabah, serta terciptanya pembinaan berkesinambungan. Mas Siwo pribadi menganggap komunitas TDA adalah aset bangsa yang lebih berharga dari pada kementerian atau departemen berwenang yang cuma omdo dalam peningkatan kewirausahaan Indonesia... hehe.

Dari satu kondisi ke kondisi baru, selalu akan diikuti kondisi chaotic sebelum mencapai keseimbangan baru. Masa transisi GDP $3000 ini menimbulkan “gempa tektonik” terutama dalam lanskap bisnis, yang akan memunculkan banyak peluang. Dibutuhkan entrepreneur-entrepreneur jeli dan kreatif untuk meraih peluang besar tersebut. Andakah itu?

.
Depok 9 Agustus 2012
Muadzin F Jihad

10 April 2012

UKM Vs GOLIATH

Kemarin milis komunitas TDA (Tangan Di Atas) ramai dengan diskusi sehat. Dipicu oleh email Pak Presiden TDA Rosihan, yang menceritakan tentang pemain-pemain bisnis raksasa yang sekarang merangsek juga pasar bisnis UKM.
Salah satu yang dicontohkan adalah pemain kopi raksasa yang sekarang juga bermain di bisnis franchise booth seperti Semerbak Coffee, sehingga menghancurkan beberapa bisnis booth kopi UKM (Usaha Kopi Miliaran eh.. Usaha Kecil Menengah). Untuk contoh ini, kebetulan kami mengamati sendiri perkembangannya.

Kami mungkin bukan yang pertama, saya juga tidak tahu, tapi sepertinya kami yang pertama mempopulerkan bisnis model booth kopi siap saji take-away dengan investasi yang terjangkau. Setelah produk kami diterima masyarakat luas, mulailah bermunculan follower yang mengikuti model bisnis kami. Ya buat kami sah-sah saja sih meng-ATM (amati-tiru-modifikasi) bisnis kami. Tapi ada yang keterlaluan juga, masak kata-kata di proposal dan di web mereka benar-benar copy-paste dari punya kami. Bahkan foto-foto produk mereka adalah foto-foto produk kami yang diolah digital ditempeli dengan logo brand mereka!

Nah termasuk juga yang mengikuti model bisnis franchise booth kopi ini adalah dua pemain raksasa kopi nasional. Yang pertama, launching sekitar satu tahun setelah Semerbak Coffee lahir, yang kedua lahir sekitar akhir tahun lalu. Lantas kami harus bersikap bagaimana?

Kalau saya pribadi terus terang tidak ambil pusing dengan para follower ini. Saat diskusi dengan Iwan Agustian, partner saya di Semerbak Coffee, saya selalu bilang, mereka bukan kompetitor kita, mereka tidak akan pernah menyusul kita selama kita selalu terdepan, bahkan two step ahead.
Saya sering bercanda, “Mereka bukan saingan kita. Saingan kita itu Starbucks! Hehe..”.
Saya lebih memilih, waktu, tenaga dan pikiran saya dicurahkan untuk perkembangan bisnis saya, dibanding untuk mengamati, menganalisa bisnis orang lain dan mengambil langkah-langkah antisipasi.

Kami seperti pakai kacamata kuda. Kami fokus meningkatkan bisnis dan kualitas poduk kami. Tidak plarak-plirik bisnis lain, apalagi bisnis kompetitor.

Dan Kami tidak pernah takut untuk berkompetisi. Karena dengan adanya kompetitor menandakan di situ ada pasar.
Dengan adanya kompetitor, kita bisa menentukan harga yang tepat untuk produk kita. Kita juga bisa mengatur planning dan strategi yang tepat. Dan yang lebih penting, kita bisa merumuskan diferensiasi produk kita.

Dalam salah satu workshop dengan Bapak Heppy Trenggono, seorang pengusaha kelapa sawit yang berhasil, Saya sempat bertanya kepada beliau saat mengisi worksheet “Siapa kompetitor terbesar Anda?”.

Saya menemui kesulitan untuk mengenali kompetitor produk kami, karena justru yang banyak saya temui adalah produk-produk baru yang meniru konsep dan strategi Semerbak Coffee. Jawaban pak Heppy, be the first adalah memang diferensiasi paling kuat yang bisa kita lakukan. Jika kita punya ide kreatif untuk menciptakan produk baru, maka kita sudah selangkah lebih maju dibanding kompetitor kita, yang hanya bisa meniru dan memodifikasi ide kita tersebut.

Nah bagaimana caranya agar kita bisa selalu jadi yang terdepan? Tentunya kita harus kreatif dan inovatif. Innovation distinguishes between a leader and a follower. -Steve Jobs

Kelebihan UKM adalah fleksibilitas dan kecepatan dalam mengambil keputusan dan action perusahaan. Di perusahaan kami, hanya butuh dua orang untuk memutuskan suatu strategi dan kebijakan baru, saya dan Iwan. Apalagi yang perusahaannya dijalankan sendiri. Hanya butuh satu orang! Bandingkan dengan perusahaan besar yang untuk mengambil keputusan perlu persetujuan beberapa bagian dan beberapa level manajemen. Apalagi untuk keputusan-keputusan yang krusial bagi jalannya usaha.

Jadi, bisnis UKM itu harusnya lincah. Saya bayangkan seperti permainan game sejenis Super Mario Bros, yang selalu melompat-lompat, ke atas, ke bawah, turun-naik, maju-mundur, ambil peluang, raih keuntungan, menghindari tantangan, jatuh-bangun, terus bergerak, dalam satu arah gerak maju.
Seperti itu kira-kira yang Semerbak Coffee lakukan selama ini. Kita harus selalu kreatif untuk selalu bisa terdepan. Banyak tantangan dan hambatan. Banyak langkah-langkah dan strategi kami yang salah. Sering juga kami jatuh terjerembab. Tapi itu tadi, kami harus lincah. Terus bergerak, terus melompat-lompat.
Sudah nonton film The Billioner? Nah begitulah seharusnya pengusaha UKM. Lincah. Tahan banting. Kreatif. Tidak cengeng.
Apalagi kita hidup di Indonesia yang pemerintahnya ajaib ini. Jangan harap terlalu banyak UKM akan didukung dan dilindungi dari terkaman raksasa bisnis.

Karena itu pak Presiden TDA dalam emailnya bilang, kita pengusaha UKM jika omzet masih dibawah 50M per tahun, harus bangkit. Jangan terlena dan terlalu cepat puas. Merasa bisnis sudah besar. Menjargonkan “bisnis jalan, pemiliknya jalan-jalan”, “bisa tidur siang”, dan lain-lain. Saya setuju sekali.
Waktu saya resign dari dunia karyawan Juli 2011 lalu, saya pernah tulis: "buat saya pensiun dini bukanlah tujuan akhir. Tapi justru sebuah awal. Pintu untuk impian yang lebih besar. Bukan untuk leha-leha dan gaya-gaya. Tapi untuk berkarya lebih optimal bagi sesama dan semesta."
Setiap ada yang bilang, bahwa Semerbak Coffee sudah besar, sudah sukses, saya selalu bilang, “Belum, ini masih awal perkembangan”. Stay foolish, stay hungry, kata Steve Jobs.

Kiatnya gampang, jangan bandingkan bisnis kita dengan sesama bisnis UKM, bandingkan bisnis kita dengan raksasa di bidangnya. Pak Roni Yuzirman, mentor bisnis saya, selalu membandingkan bisnis fashionnya dengan Zara. Saya, ya itu tadi, bandingkan Semerbak dengan Starbucks.. hehe. Dijamin, kita tidak akan pernah merasa bisnis kita sudah besar.

Kenapa tidak? Toh bisnis yang sekarang raksasa awalnya juga dari UKM. Apple dan Dell awalnya dari garasi. Tao Kae Noi awalnya dari dapur rumah. Jadi kenapa kita tidak berpikir besar?
Do your work with your whole heart, and you will succeed - there's so little competition. –Elbert Hubbard
.
Depok 19 April 2012
Muadzin F Jihad
Owner+CEO Semerbak Coffee
Twitter @muadzin

22 March 2011

Siswi 5 SD Jadi CEO Perusahaan

KISAH sukses dibuat bocah perempuan kelas lima SD di Amerika Serikat. Pada pagi hari, Hannah Altman menjalankan tugasnya sebagai pelajar. Pada malam hari, dia didapuk menjadi CEO untuk perusahaan keluarga bernilai USD500 ribu (Rp4 miliar lebih).

Hannah bertugas mengawasi situs online-nya, Hannah's Cool World. Situs ini menjual berbagai alat untuk anak seperti penutup pensil, penghapus, risleting dekoratif, dan berbagai mainan dan hadiah.

Hannah’s memiliki 12 ribu pelanggan di dunia, dan telah mengirimkan produk ke Italia, Israel, Norwegia, Spanyol, Australia dan Selandia Baru. Saat diluncurkan pada 2009, situs ini menjual 250 ribu penutup pensil seperti dikutip dari Huffingtonpost, Selasa (22/3/2011).

Hannah's Cool World adalah bagian dari IBeOn, perusahaan yang dimiliki orangtua Hannah, Rick dan Lauren Altman. Nama situs orangtua Hannah adalah CoolZips, yang menjual ritsleting dekoratif buatan tangan untuk tas, jaket, ransel, boneka binatang dan sejenisnya.

Kisah sukses Hannah dimulai pada 2009. Saat itu, Hannah dan orangtuanya sedang pergi ke restoran. Hannah melihat mesin penjual otomatis penutup pensil. Dia terpaku dan mendesak ayahnya agar membeli penutup pensil dalam jumlah besar. Namun Rick menolak permintaan itu karena menilainya hanya buang-buang uang. Namun karena Hannah terus mendesak, Rick pun rela membeli.

Petualangan Hannah pun dimulai. Dia ingin memiliki sebuah situs, untuk menjual penutup pensil. Tidak ingin meredam semangat kewirausahaan anak, Rick dan Lauren setuju. Mereka membuat situs bernama Hannah's Cool World dan membeli beberapa iklan Google sehingga pembeli bisa menemukannya ketika mengetik “penutup pensil”. Ternyata, ada pembeli yang tertarik.

Di lain waktu, ketika keluarga ini melewati mesin penjual otomatis, sang ayah, Rick menanyakan kepada Hannah, “Coba lihat barang apa yang menarik minatmu.”

Penjualan penutup pensil dan mainan serta barang lucu dari Hannah's Cool World yang meningkat, menginspirasi Rick menjadikannya bisnis full time. Pada Mei 2010, Rick berhenti dari pekerjaannya untuk bekerja dengan Lauren dan Hannah.

Meski Hannah harus bekerja keras, dia tidak kehilangan masa kanak-kanak. Warga West Bloomfield, Michigan ini menghabiskan waktu untuk bisnis keluarga selama lima jam dalam seminggu, atau satu jam dalam sehari setelah sekolah.

Tugas utama Hannah adalah mengecek secara online untuk mempelajari barang baru, produk yang sedang in yang berpeluang untuk dijual di situsnya. Terkadang, dia membantu untuk memenuhi pesanan atau menyelesaikan keluhan pembeli. Meski memiliki dua profesi, Hannah mengaku tidak merasa istimewa.

“Saya tidak membahas soal itu (pekerjaannya sebagai CEO) di sekolah. Ketika aku bermain dengan teman-teman, mereka melihat mainan yang berbeda di mana saja, apa yang menurut kami keren,” kata Hannah.

Meski sudah mendapat mendapat gaji hingga enam digit, Hannah tetap diperlakukan sederhana oleh orang tuanya.

“Kami akan memberikan uang untuk beberapa hal seperti membeli gitar. Tapi kami berusaha menyimpannya di bank. Bila Anda berusia 10 tahun dan memiliki perusahaan sendiri, dan Anda mampu menghasilkan uang, maka Anda akan menginginkan semuanya,” pungkas Lauren.
sumber: milis tangandiatas.com

22 February 2011

KISAH SUKSES: Semangat Inovasi Richard Branson

Miliarder papan atas dunia asal Inggris Sir Richard Charles Nicholas Branson akhirnya datang ke Indonesia. Ia memberikan kuliah umum bertajuk ‘Inspiring Lecture Series’ yang diadakan PT. Bank Negara Indonesia, Tbk (BNI) di Hotel Kempinski Jakarta, minggu lalu.

Pria kelahiran Blackheath, London 18 Juli 1950 ini berbagi pengetahuan serta pengalaman meraih kesuksesan dalam berbisnis. Branson sudah mulai berbisnis sejak umur 16 tahun, ketika ia mempublikasikan sebuah majalah bernama Student.

Branson mengaku beruntung meninggalkan bangku sekolah pada usia 15 tahun. Setidaknya ia mendapat dua keuntungan ketika memutuskan meninggalkan bangku sekolah.

Keuntungan pertama, kata dia, semangat nothing to lose. Anak muda dapat terus mencoba, jika usaha yang dirintis gagal karena masih memiliki banyak waktu. “Yang kedua, tidak perlu memikirkan pinjaman rumah dan pacar,” ujarnya sambil tertawa.

Diakuinya meninggalkan bangku sekolah membutuhkan keberanian yang kuat. Karenanya ia tidak menyarankan anak muda untuk meninggalkan sekolah. “Tapi kalian harus berani, karena di umur 24 tahun, Anda akan menghadapi kehidupan sesungguhnya,” katanya.

Branson juga mengungkapkan, kiatnya sebelum memulai bisnis baru. “Kalau saya mau memulai bisnis, saya lebih mengutamakan indra keenam saya ketimbang kalkulasi-kalkukasi bisnis. Kerjakan saja,” katanya. Dia juga enggan menggabungkan karir politik dan bisnis, karena diyakininya akan merusak profesionalisme.

Dalam berbisnis, Branson juga sangat menjunjung etika. Menurut dia, etika bukan saja poin penting dalam berbisnis tapi juga landasan sebuah bisnis.

Selain itu menurut Branson para pebisnis harus membuang buku teks mereka. Buku teks mengajarkan setiap pengusaha harus memiliki bisnis inti jika ingin sukses, namun teori itu tidak berlaku bagi Branson. Menurut Branson, dalam berbisnis yang terpenting adalah apa yang dikerjakan itu penuh dengan passion.

“Jika anda yakin apa yang anda kerjakan itu akan berhasil, maka kerjakanlah tanpa ragu. Lakukanlah,” katanya.

Kini Richard Branson tercatat sebagai orang terkaya ke-261 menurut daftar orang terkaya 2009 versi Forbes, dengan estimasi kekayaan £2.6 milyar (US$3.9 milyar atau Rp35 Triliun). Richard memberi gambaran bahwa apapun bisnis yang ia kerjakan, dilakukan dengan penuh perasaan dan hati. Dan yang terpenting dari itu adalah seluruh bisnisnya tercipta atas dasar inovasi dan transformasi.

“Keinginan yang kuat untuk melakukan dan menciptakan sesuatu. Itulah yang dilakukan manusia untuk hidup,” tuturnya. Menurutnya, setiap orang perlu mempunyai penghasilan. Dan untuk menjadi sukses dibutuhkan strategi yang berbeda, dari bisnis yang pernah sebelumnya ada.

Dalam menjalankan bisnis, seorang Richard Branson tidak selalu mengikuti teori yang ada di dalam buku-buku ekonomi atau pakem-pakem tertentu. Filosofi bisnisnya justru dianggap sebagian orang aneh. Namun, Richard telah membuktikannya lewat kesuksesan yang diraih.

Richard Branson menjadi salah satu pengusaha sukses di negeri Britania. Ia awalnya dikenal dengan usahanya di bidang industri musik internasional yakni Virgin Megastore.

Lalu usahanya tersebut terus merambah ke segala bidang mulai dari maskapai penerbangan ‘Virgin Atlantic’, bisnis komunikasi ‘Virgin Media’, keuangan ‘Virgin Money’, internet, ritel, kereta api, hotel, sampai tempat wisata. Secara total Richard kini memiliki 300 perusahaan di 30 negara.

Branson adalah sosok menyenangkan. Dia kerap berkelakar dengan mimik lucu. Namun, di balik gaya santai dan apa adanya,dia punya semangat dan kegigihan luar biasa. Paling tidak, dia kerap melontarkan pesan sederhana, tapi berarti bagi generasi muda yang ingin terjun ke dunia bisnis.

“Jangan cuma duduk di belakang meja.Bergerak. Cari sesuatu yang membuat Anda tertarik,” cetusnya.

Sesuatu itu, menurut Branson, akan membuat manusia memiliki gairah.“Apa pun yang membuatmu tertarik,kejar dan raihlah itu,”katanya sambil mengepalkan tangan, tanda bahwa dia sungguh bersemangat.

Branson seperti tak pernah kehabisan energi. Dia berkeliling dari satu negara ke negara lain tanpa mengeluh. Rahasianya, seperti dituturkan Branson, adalah semangat untuk membuat perbedaan bagi hidup orang lain. “Kalau punya rasa itu, maka saya jamin, Anda tidak bakal mengeluh kelelahan,” papar lelaki berambut pirang ini.

Peserta kuliah umum Branson sangat antusias. Banyak peserta mengajukan pertanyaan. Branson pun tertawa senang. Dia mengaku tidak menyangka, orang muda Indonesia punya semangat yang melebihi gairahnya selama ini.Kepada peserta,Branson meminta supaya mereka terus bertransformasi.

“Jangan berhenti bertransformasi. Siapkan diri untuk terus, terus, dan terus bertransformasi,” pesan Branson.

Branson kerap meluncurkan usaha yang terdengar tidak masuk akal,tapi sungguh-sungguh terjadi. Bayangkan, dia menciptakan Necker Nymph, perpaduan antara pesawat dan kapal selam yang bisa menyelam hingga kedalaman 130 kaki. Ternyata kesanggupan Necker Nymph belum memuaskan Branson.

Rencananya, dia bakal memperbarui si pesawat bawah laut supaya mampu menyelam sampai 35.000 kaki. Necker Nymph mampu mengangkut seorang pilot dan dua penumpang dalam perjalanan bawah laut selama dua jam. Necker Nymph bukan satu-satunya “mainan” Branson.

September tahun lalu, dia memperkenalkan produk terbaru Virgin Galactic, Space Ship Two (SS2). Dua tahun mendatang, pesawat ini siap membawa penumpangnya ke luar angkasa. Pesawat luar angkasa sepanjang 18 meter ini mampu menampung satu pilot, dua kru, serta dilengkapi ruang istimewa untuk enam penumpang, SS2 memang belum diujicobakan.

Namun, hingga kini sudah tercatat 300 orang yang memesan tempat dalam penerbangan perdana SS2. Untuk menikmati sensasi melayang-layang dalam SS2, calon penumpang itu rela mengeluarkan USD200.000.

Dapatkan artikel KISAH SUKSES lainnya di Portal Wirausaha Indonesia, silakan klik http://jpmi.or.id/

14 February 2011

KISAH SUKSES: Ni Kadek Citrawati, Andalkan Produk Kecantikan Khas Bali

Ni Kadek Eka Citrawati sukses menggeluti bisnis penyediaan produk spa, aroma terapi, dan kecantikan. Menjadi pengusaha memang harus jeli melihat peluang usaha. Ni Kadek Eka Citrawati, produsen produk spa dan kecantikan, telah membuktikannya.

Eksotisme Bali telah mendapat pengakuan dari mana-mana. Keindahan alam Pulau Dewata mampu menyedot minat turis, baik lokal maupun mancanegara. Seiring bergeraknya waktu, Bali tak hanya menawarkan eksotisme alam belaka. Belakangan Bali juga beranjak menjadi surga perawatan tubuh, melalui produk spa berikut tempat-tempat perawatan kulit yang tumbuh bak jamur di musim hujan.

Tumbuhnya tempat-tempat perawatan tubuh, ternyata menjadi salah satu pintu masuk bagi Ni Kadek untuk bergerak di bisnis produk spa dan kecantikan. ”Pada 2001 saya melihat usaha perawatan tubuh di Bali mulai menggeliat. Saya langsung menangkap sinyal itu dengan mendirikan usaha produksi spa dan kecantikan,” Ni Kadek menceritakan awal mendirikan usahanya.

Istri I Putu Katra tersebut pun bercerita, dirinya sempat gamang ketika memulai usahanya. Dia takut tidak bisa membayar karyawan meski di awal usaha, jumlah karyawannya baru tiga orang. ”Saya memang sudah belajar berbisnis sejak kuliah tapi untuk menekuni bisnis yang serius, memang baru di Bali Alus ini,” aku lulusan arsitektur Universitas Udayana tersebut.

Dia melanjutkan, mengawali usaha Bali Alus dengan modal Rp10 juta, tabungan semasa bekerja di perusahaan swasta dan bantuan bahan baku dari orang tuanya. Sebagai sebuah usaha yang terbilang baru, awalnya Ni Kadek mengalami banyak hambatan. ”Bali Alus”, merek yang diciptakannya mesti berjuang mati-matian menembus pasar produk kecantikan di Bali dan bersaing dengan produsen besar yang telah mapan.

Bahkan, usahanya nyaris gulung tikar ketika dia jatuh sakit. Bali Alus mulai bersinar lagi setelah mendapat suntikan modal Rp30 juta dari Bank pada 2007. Suntikan modal tersebut membuat Bali Alus mampu berkembang lagi. Bahkan, pihak bank memberikan pelatihan kewirausahaan, pelatihan manajemen, hingga membuatkan website untuk promosi. Bali Alus pun terus berkembang.

Berkat kegigihan dan fokus terhadap bisnis, Bali Alus mulai diterima konsumen. Tiga jenis produk awal yang diproduksi Bali Alus mendapat respons positif dari konsumen. Respons positif tersebut tentu menambah motivasi Ni Kadek melanjutkan perjuangannya. Dengan semangat baru serta sokongan modal yang di dapat dari Bank, Ni Kadek kembali berkutat dengan usahanya.

Setelah tiga jenis produk awal menembus pasar, dia segera melakukan inovasi dengan menciptakan produk-produk spa lainnya. Momentum juga turut mengangkat perkembangan bisnis Bali Alus. Seiring berjalannya waktu, selain sebagai tujuan wisata dengan alamnya yang eksotis, Bali menjelma menjadi pusat perawatan tubuh.

”Bali tidak hanya sebagai tujuan wisata tapi juga perawatan tubuh,”ujar Ni Kadek. Biasanya, terutama turis mancanegara, memanfaatkan fasilitas spa setelah mereka berjemur seharian di pantai. Mandi uap atau spa pun menjadi gaya hidup di Bali. Bukan hanya itu,perawatan tubuh lewat aroma terapi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari ritual mandi sauna.

Perubahan gaya hidup yang drastis di Bali dengan sendirinya membuat usaha Bali Alus milik Ni Kadek berkembang pesat. Jika pada awal berdiri baru mampu memproduksi tiga jenis produk, kini sudah lebih dari 15 jenis produk spa dan kecantikan dihasilkan Bali Alus. Jumlah karyawannya pun meningkat menjadi 15 orang. Dengan status usaha rumahan, Bali Alus mampu meraih omzet senilai Rp375 juta per tahun. Sebuah angka yang terbilang lumayan untuk usaha rumahan.

Bali Alus juga mulai dikenal sebagai salah satu produsen dalam penyediaan produk spa, aroma terapi, dan kecantikan. Dari rempah-rempah,herbal,sampo, essential oil, body butter, dupa, sampai masker, mampu disediakan Bali Alus. Meski terbilang tumbuh pesat, Ni Kadek mengakui bahwa persaingan usaha sejenis di Bali terbilang ketat. Agar bisa bertahan di tengah roda kompetisi, selain inovasi, Bali Alus mempertahankan ciri khasnya yakni dengan menggunakan bahan baku lokal.

Sekitar 80% bahan baku produk Bali Alus diakui Ni Kadek berasal dari alam Indonesia. “Produk kita suka dikerubuti semut. Itu karena bahannya diambil dari alam,”katanya.Tak hanya bahan, racikan produk Bali Alus juga berdasar pada resep warisan para leluhur. ”Dengan melestarikan, mengembangkan warisan leluhur, didukung oleh kecanggihan teknologi, dibantu oleh tenaga ahli luar dan berbekal ilmu informal design and beauty clinic, kita ingin agar wanita dapat mempercantik diri dengan bahan-bahan alami dan natural yang mempunyai efek samping selain cantik juga sehat,” begitu pesan Ni Kadek.

Ni Kadek mengakui, prospek usaha tersebut ke depannya terbilang cerah.Terbukti dengan promosi usaha yang seadanya saja,baru sebatas dari mulut ke mulut, Bali Alus telah mampu menghasilkan keuntungan lumayan.

Bali Alus kini tengah merambah pemasaran dengan memanfaatkan internet. Dengan cara itu, masyarakat dapat mengetahui bisnis kecantikan milik Ni Kadek ini melalui website balialus.com. Tentu saja dengan prospek yang cerah, Ni Kadek bercita-cita memiliki pabrik sendiri supaya dia mampu memproduksi massal.

Ni Kadek bercita-cita, produknya ke depan bisa dipakai seluruh masyarakat Indonesia sebagai salah satu warisan leluhur bangsa dan menembus pasar ekspor. Lagi-lagi permodalan mungkin akan menjadi kendala.Maklum investasi yang dibutuhkan untuk mendirikan pabrik bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Sumber: novaonline dan www.jpmi.or.id

20 January 2011

KISAH SUKSES: Iman Setiobudy, Pelopor Konsultan Desain Produk Otomotif

Sebutan konsultan desain produk memang tidak sepopuler jasa konsultan desain grafis maupun jasa konsultan lain. Karena itu, Iman Setiobudy berusaha keras memperkenalkan industri yang masih muda ini kepada masyarakat.Anda tentu sudah tidak asing lagi dengan mobil Xenia dan Avanza. Betul, ada banyak mobil Xenia dan Avanza yang masih tampil dengan penampilan standar. Namun, kini, banyak pula pemilik “mobil sejuta umat” tersebut yang telah memodifikasi mobilnya dengan aneka aksesori.

Tren ini ternyata telah memberikan rezeki melimpah kepada para desainer aksesori mobil? Salah satunya adalah Iman Setiobudy. Pria kelahiran Banyuwangi, 25 Januari 1968 ini turut andil dalam mendesain aksesori kedua mobil tersebut. “Saya membuat desain beberapa aksesori, seperti pijakan kaki, penahan bemper depan, penahan lumpur dan lainya,” kisah Iman, bangga.

Iman adalah seorang konsultan desain produk. Selain itu, ia juga termasuk orang yang pertama kali mengembangkan desain produk menjadi sebuah hasil industri. Iman juga termasuk orang pertama yang mendirikan perusahaan konsultan desain produk. Ia memulai bisnisnya di 2003. “Saat itu belum ada perusahaan yang benar-benar fokus sebagai konsultan produk. Kebanyakan masih bekerja free lance atau sekaligus memproduksi desainnya,” tuturnya.

Iman terdorong membangun perusahaan konsultan desain produk karena melihat celah yang begitu luas dalam industri ini. Iman memilih mendirikan perusahaan konsultan khusus untuk otomotif. Alasannya sederhana, Iman pernah bekerja di bidang otomotif selama sembilan tahun. Karena tekadnya sudah bulat, Iman pun memutuskan keluar dari perusahaan penyedia aksesori untuk sebuah perusahaan otomotif, tempatnya bekerja.

Lantas, bersama salah seorang rekan, Iman mendirikan PT IXI Indodesain. Nama IXI merupakan singkatan Imajinasi, Ekspresi, dan Indonesia. “Saya ingin menggali desain-desain lokal Indonesia yang kaya guna diangkat dalam sebuah desain produk,” tuturnya. Tapi ternyata perusahaan Iman tidak bisa langsung beroperasi. Butuh waktu satu tahun sampai nama IXI Indodesain secara resmi berbadan hukum sebagai perusahaan konsultan.

Setelah itu, kerja keras Iman pun dimulai. Iman harus rela berkeringat pergi keliling menawarkan ide-ide desainnya. Selain itu, Iman juga merogoh kocek yang tidak sedikit. Pasalnya, “Di awal memulai bisnis kita tidak bisa hanya menjajakan gambar desain, tetapi juga harus memiliki model yang telah jadi,” jelasnya.

Iman mengatakan untuk satu buah model lengkap ia harus menyiapkan uang sekitar Rp 7 juta. Iman menggunakan uang tabungan selama bekerja sebagai modal. Keluarganya juga membantu menggenapi modal yang dibutuhkan. Untungnya, Iman sudah memiliki jaringan yang didapat saat ia bekerja di tempat lama. Selain itu, karena hubungannya dengan para klien dari bekas kantornya cukup baik, desain Iman relatif mudah diterima.

Dalam dua tahun, Iman bersama PT IXI Indodesain telah menerima 10 proyek desain produk. Jumlah yang lumayan. Jumlah itu pun sedikit demi sedikit makin meningkat. Pria yang pernah menyabet juara 1 The Panther Challenge 1993, juara 5 desain LG tahun 1995, dan juara 2 desain merek tahun 1996 ini bisa dibilang pernah menangani desain produk untuk hampir seluruh ATPM yang ada di Indonesia. “Toyota, Nissan, Yamaha, Peugeot sudah. Tapi mobil jenis sedan belum pernah saya tangani,” katanya.

Iman sendiri mengaku menikmati profesinya sekarang. Maklum saja, profesi ini memang cukup menjanjikan. Apalagi, nilai karya dari sebuah desain saja, kadang-kandang sudah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup selama sebulan penuh. Iman bilang, sebuah desain bisa dihargai minimal Rp 5 juta per proyek. Padahal. “Satu mobil itu kan tidak mengerjakan satu desain aksesori saja. Saya pernah mengerjakan tujuh desain untuk satu mobil Xenia yang nilainya mencapai Rp 140 juta,” tuturnya.

Nah, kalau di awal berbisnis dulu Iman harus menjajakan desain secara door to door, kini bisnisnya sudah lebih stabil. Ia telah memiliki pelanggan tetap, di antaranya Daytona Asia dan Dasawindu Agung. Tapi hal itu tidak membuat Iman puas begitu saja. Dia berharap bisa membangun IXI Indodesain menjadi perusahaan konsultan yang mampu menghasilkan desain untuk semua industri. Kini, Iman memperluas bisnisnya. Ia tidak lagi hanya mengerjakan desain produk otomotif, tapi juga menerima pembuatan desain grafis serta desain furnitur.

Sumber: weekend.kontan.co.id

09 January 2011

Rhenald Kasali: Kenshusei

MINGGU, 28 November 2010, temperatur di Osaka
menunjuk angka 11 dalam hitungan Celcius tatkala matahari bersinar menembus
langit biru kota
dagang ini.
Hari itu ratusan anak-anak muda asal Indonesia
berkumpul di Higashi
Sumiyoshi City
Hall . Usia mereka berkisar antara 25 sampai 35
tahun. Pukul 09.00,Konsul Republik Indonesia di Osaka, Ibnu Hadi, membuka
pertemuan dengan singkat. Dia mengajak anak-anak muda itu menjadi wirausaha
untuk membangun negeri. Siapakah anak-anak muda itu? Mereka itulah rombongan
yang di Jepang dikenal dengan
sebutan 'kenshusei' atau pekerja magang. Kulit mereka legam,tangan mereka
keras.
Pertanda biasa bekerja di lapangan. Sepanjang satu hari itu tak seorang pun
terlihat mengantuk. "Bekerja di sini dituntut berdisiplin, " ujar
seorang di antara mereka. Adalah Asa Perkasa, GM Garuda Indonesia Osaka yang mengajak
saya dan tim instruktur Rhenald Kasali School
for Entrepreneurs (RKSE) bertandang ke kota
dagang ini. Setahun lalu dia membujuk saya membantu para kenshusei itu keluar
dari tradisi bekerja agar mau menjadi wirausaha.
Garuda Indonesia
sendiri berkepentingan dengan mereka karena merekalah pelanggan setia
airlinesnasional ini. Kalau mereka berbisnis di Indonesia yang ada hubungan dengan
Jepang, sudah pasti Garuda pula yang dicari. Demikian pula BNI dan Bank Indonesia .
BNI berkepentingan sehingga mendukung program ini karena mereka juga nasabah
BNI untuk remittance ke Indonesia .
Beban Negara
Dalam perjalanan pulang ke Tanah Air saya sempat berbincangbincang dengan
rombongan sekitar 27 orang kenshusei asal Jawa Barat yang kebetulan satu
pesawat. Mereka ini baru saja menyelesaikan program selama tiga tahun di atas
kapal. Kerjanya menangkap dan membersihkan ikan di perairan Jepang. Setiap hari
mereka memancing dan menebar jala. "Berapa uang yang kalian bawa
pulang?" tanya saya menyelidik. "Kalau rajin dan tak boros lumayan
Pak,"jawab mereka.
Yang dimaksud lumayan itu adalah Rp400–500 juta, hasil keringat selama
tiga tahun bekerja. Jelas lumayan buat lulusan SMU yang masih membujang. Bagi
yang boros, paling-paling hanya membawa pulang pengalaman plus uang saku
sekitar Rp50 juta. Lantas uangnya dipakai untuk apa? Di antara mereka juga ada
sarjana. Dari berbagai ungkapan perasaan mereka di internet, saya membaca
ternyata sebagian besar kenshusei memilih menjadi pekerja kembali di Tanah Air,
atau bolak-balik ke kedutaan mengurus visa agar bisa kembali bekerja di Jepang.
Ada satu dua
orang yang membuka bengkel atau toko handphone. Tetapi kisah yang disampaikan
adalah kisah-kisah kegagalan. Usaha yang mereka bangun tidak berhasil, dan
jadilah mereka pengangguran dengan seribu satu umpatan kegagalan. Anak-anak
muda yang sudah dilatih dengan penuh disiplin ini kembali menjadi beban bagi
negara. Padahal sebagian besar mereka mampu berbahasa Jepang dengan lebih baik.
Disiplin yang mereka miliki juga di atas rata-rata karena mereka bekerja dengan
pemilik usaha yang juga petani, nelayan, atau UMKM Jepang. Kalau malas mereka
langsung dipulangkan. Mereka ini berpotensi besar bukan sekadar menjadi
entrepreneur biasa,melainkan technopreneur. Ya, technopreneur. Di Jepang mereka
biasa melihat dan bekerja dengan orang-orang yang sangat pragmatis, simpel,
problem solver, dan inovator. Begitu ada masalah, mereka segera pecahkan dan
buatkan alatnya.
Alat-alat itu mereka patenkan dan dipasarkan secara luas. Saya masih ingat,
malam itu Konsul Jenderal Ibnu Hadi memperkenalkan kami dengan seorang inventor
yang membutuhkan mitra usaha di Indonesia .
Kebetulan di RKSE banyak mendidik calon-calon wirausaha dan yayasan yang kami
kelola tertarik menangani kegiatan yang berhubungan dengan tema lingkungan dan
recycle. Hanya saja, bahasa Inggris mereka sulit kami tangkap. Sekarang
bayangkan kalau para kenshusei itu bisa kita bentuk menjadi usahawan-usahawan
baru. Saya kira mereka akan berhasil kalau mendapatkan bimbingan yang tepat.
Kenshuseipreneur
Rekan saya, Sunaryo Suhadi, seorang wirausaha senior, pemilik usaha di bidang
energi dengan aset sebesar Rp12 triliun di Jawa Timur, sudah
gatal ingin segera menangani anak-anak muda ini. Dia menawarkan
"virus" kewirausahaan, yang kalau terjangkit biasanya membuat mereka
yang mengikuti pelatihan ini tak bisa tidur.Sore harinya,anakanak muda yang
kami beri nama kenshuseipreneur ini mengaku jantungnya sudah berdegup keras dan
ingin segera memulai.
Tetapi kami selalu mengingatkan pentingnya menaklukkan diri sendiri dan memulai
usaha dari kecil. Bukan langsung menggelontorkan uang ratusan juta. Semua harus
dimulai dengan kejelian dan waktu belajar yang cukup. Sebab, setiap permulaan
itu pasti sulit dan butuh keuletan. Di RKSE, setiap alumnus dibimbing bukan
hanya oleh para mentor, melainkan juga sesama alumnus yang sekarang bisnisnya
mulai kelihatan. Ketika kewirausahaan telah menjadi topik yang hot,di luar sana
tentu ada ribuan predator yang siap "menerkam"mereka dengan janji
yang muluk-muluk.
Belum lagi janji-janji instan dan "cara cepat menjadi kaya" yang
belakangan banyak sekali Anda temui di toko-toko buku, internet, dan tawaran
sehari-hari via Facebook,
SMS,dan sebagainya. Saya selalu mengingatkan berhati-hatilah terhadap
penipupenipu yang memberi janji sangat indah seperti itu. Sebab, bila seorang
(penipu) yang berpengalaman bertemu dengan seorang yang punya uang selalu akan
terjadi pertukaran: yangpunya uangakanmendapatkan pengalaman (yaitu tertipu)
dan yang punya pengalaman akan mendapatkan uang si tertipu.
Kenshusei masih sangat muda. Menurut pembina mereka, setiap tahun ada sekitar
4.000 orang yang magang bekerja di Jepang. Jumlah ini tentu masih sedikit,
tetapi sangat berarti untuk membangun Indonesia . Di Pulau Bali, setiap
tahun ada 40.000 orang turis asal Jepang yang berlibur dan sebagian memilih
tinggal dan bekerja di sana .
Mereka butuh penerjemah dan merasa nyaman bila dikelilingi orang-orang yang
mampu berbicara dalam bahasa mereka.
Saat ini para pensiunan Jepang sedang berada dalam tekanan ekonomi biaya tinggi
sehingga jutaan di antara mereka tengah mencari tempat untuk mengisi hari tua
mereka di negeri lain yang biaya hidupnya lebih murah. Saya mendengar, Pemerintah Filipina , Vietnam ,
dan Taiwan
telah memberi mereka lokasi beserta fasilitasfasilitasn ya, lengkap dengan visa
yang berdurasi panjang untuk para manula berkantong tebal ini. Saya mendengar
pula mereka sudah lama menanyakan Indonesia . Andaikan kenshuseiini
bisa kita bentuk menjadi usahawan, dan mereka terpanggil untuk berubah, maka
jalan pun terbuka lebar.Asalkan sabar dan pemerintah mendukungnya. (*)
* RHENALD KASALI, Ketua Program MM UI

27 December 2010

KISAH SUKSES: Andi Sufariyanto: "Pensiun di Umur 33"

Terlanjur nyemplung dan sekalian basah. Itulah yang dialami Andi Sufariyanto, CEO Natural Body Care Pourvous. Sejak masih duduk di bangku kuliah tahun ke-2, Andi menjalankan bisnis awalnya dengan bermodalkan uang Rp 250.000. “Jadi (tahun) 99 saya mulai, mengalami pasang surut, dan baru lumayan pada 1995,” katanya. Sekurangnya ada tujuh janis usaha yang dilakoninya sebelum merintis usaha produk perawatan tubuh. “Pertama jual beli hp, lalu servis hp, cuci mobil, menjual barang serba lima ribu, bisnis software, aksesoris, dan desain,” papar Andi.

Pada September 2007 Andi pun memulai bisnis besarnya ini. “Awalnya dari pesanan, kita nemu orang yang memang butuh produk perawatan untuk pernikahan dia, kebetulan saya searching di database saya, saya punya orang yang bisa bikin. Jadi saya makelar di tengah-tengah,” Andi menuturkan. Setelah jalan, Andi pun mencari tahu melalui internet serta media lain bahwa pasar untuk produk kosmetik yang natural sangat besar. “Di internasional sudah billion, sangat besar,” tegasnya. Berawal dari peluang tersebut, Andi yang sudah memiliki modal dari bisnis-bisnis kecil sebelumnya mulai menggarap bisnis barunya dengan serius.

Pourvous berasal dari bahasa Prancis yang berarti “untuk kamu”. Produk Pourvous sendiri ditujukan bagi perempuan dengan usia di atas 20 tahun. Terdapat berbagai varian yang tersedia, di antaranya body lotion, body butter, foot treatment, massage oil, firming series, shower gel, aromatic pillow, dan teh untuk dikonsumsi. Selama tiga tahun berjalan, produksi untuk satu varian mencapai 2.000 per bulan.

Distribusi produk ini sudah hampir mencapai seluruh kota besar di Indonesia. Selama ini Andi menjual produknya secara online serta melalui beberapa distributor. “Untuk saat ini kita mencoba sistem outlet. Kita barusan mendirikan outlet di Surabaya, di Tunjungan Plaza,” ujar kelahiran 8 Juli 1981 ini. Beberapa varian Pourvous juga sudah pernah diekspor ke Manila sebanyak dua kali. Menurut Andi, saat ini pihaknya sedang mempelajari ritme bisnis ritel kosmetik yang telah berdiri di Surabaya. “Setelah ritme dapat, kita akan buka (outlet) di Jakarta,” imbuhnya seraya menambahkan bahwa mereka telah mendapat tawaran dari Pasaraya Grande dan Alun-Alun Grand indonesia. “Tawarannya di-postpone dulu,” kata Andi lagi.

Dengan status sebagai Usaha Kecil Menengah (UKM), Andi mengakui beberapa kendala yang selama ini dihadapinya. Ia mengatakan, kesulitan utama adalah proses perizinan. Tidak hanya biaya, namun dibutuhkan pula waktu untuk memprosesnya. “Misalnya dapat sertifikat halal, GMP, SNI,” tukasnya. Ia menambahkan, proses perizinan tersebut berkaitan dengan jumlah barang yang akan diproduksi. “Untuk produksi kita bicara untuk produksi per termin, tidak bisa sedikit-sedikit” tandasnya.

Selain Pourvous, di bawah PT Adila Imperium buatan Andi, terdapat pula virtual office. Virtual office berfungsi membantu sebuah kantor dalam menjalankan bisnisnya, sehingga dapat menghemat biaya yang harus dikeluarkan. “Virtual office kita segmennya lebih ke ukm, targetnya supaya ukm bisa terakselerasi dengan tidak terbebani biaya operasional bulanan. Karena itu tidak seperti virtual office lainnya yang berada di building, kita ini berada di ruko,” papar Andi.

Setelah melalui perjuangan panjang hingga mencapai tahap sekarang ini, Andi merasa bersyukur dirinya tidak memiliki keinginan untuk bekerja kantoran. Dikemukakannya, ia telah berjani pada dirinya sendiri dan juga ingin membuktikan kepada temannya bahwa ia dapat pensiun dari pekerjaan di umur 33. “Saya terlanjur koar-koar kepada teman-teman bahwa saya tidak mau bekerja kantoran. Dan saya ingin buktikan kepada teman saya, di umur 33 sudah bisa pensiun. Pensiun dalam artian, kerja itu merupakan apa yang ingin dilakukan, bukan yang harus dilakukan,” ucap lulusan Teknik Mesin Institut Teknologi Surabaya ini.

Dukungan orang tua sebenarnya kurang dirasakan oleh Andi. “Kedua orang tua saya tidak berbisnis, mereka bekerja dua-duanya. Jadi didukung tidak, dikekang juga tidak,” imbuhnya. Namun, yang dilakukan Andi untuk mengubah kedua orang tuanya dari yang semula abstain menjadi dukungan adalah dengan melakukan apa yang sudah seharusnya dilakukan seorang anak saat berkuliah yakni berprestasi baik. “Saat kuliah saya pintar bagi-bai waktu, supaya dapat nilai bagus. Kalau nilai sudah bagus orang tua pun tidak akan melarang kita melakukan kegiatan lain seperti misalnya bisnis,” ungkapnya.

Andi pun membagi rahasia suksesnya dalam berkarier menjadi wirausahawan muda. Untuk menjadi sukses diperlukan skill, knowledge dan network. “Skill adalah apa yang kita lalui, knowledge adalah apa yang kita pelajari, dan network adalah siapa yang kita kenal. Modal itu nomor sekian,” katanya. Ke depannya, ia berharap produk kosmetik Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negara sendiri sekaligus dapat berbicara di pasar global.

Sumber: swa.co.id
Gambar: andisufariyanto.blogspot.com

09 December 2010

Kisah Sukses: Iim Fahima ; Berjaya di dunia Online

Kehadirannya membius lawan bicara. Semangatnya menular sehingga siapapun di dekatnya ikut optimis. Sosok wanita muda cantik, elegan, percaya diri, dan berwawasan luas, seolah tak cukup menggambarkan pribadi Iim Fahima Jachja (31). Dialah konsultan online advertising yang melejit namanya diantara pegiat jasa virtal tanah air. Maka, sangat layak jika finalis International Young Creative Entrepreneur of The Year (IYCE) 2008, British Council ini menjadi salah satu pembicara paling ditunggu di Seminar Kartini femina. Sejumlah wirausaha sukses lain juga akan membeberkan rahasia bisnis mereka, dua diantaranya, pemilik distro Bloop dan tas Mimsy.

Siap Tak Gajian Setahun

Pada tahun 2006, karier Iim di salah satu perusahaan periklanan terbesar di Indonesia, terbilang mapan. Karier suaminya, Adhitia Sofyan, saat itu pun cukup bagus, yakni sebagai art director disebuah agen periklanan asing. Tapi ditengah kemapanan yang bisa membuai itu, mereka justru mantap membuka lembaran baru dengan menjadi wirausaha. This is the time. Begitu tekad mereka kala itu. Padahal, untuk mewujudkan usaha impian tersebut, mereka harus memulai dari nol.

Mereka mengambil keputusan yang berani. Apalagi jika mengingat pada waktu itu, kondisi perekonomian Indonseia sedang tak menentu dan penuh ujian. Toh, Iim tak hanya berbekal nekat dalam membentuk bisnis jasa konsultasi maketing dan komunikasi onlie, yang ia beri nama Virus Communications, dibawah bendera PT Virtual Media Nusantara.

Sebelumnya, ia menyiapkan sederet rencana matang. "Semua resiko usaha saya perhitungkan, termasuk dari sisi finance. Demi bisnis baru ini, saya bahkan sudah siap-siap andai tidak bisa gajian setahun," kenangnya, sambil tersenyum. "Tapi, Ahamdulillah, baru sebulan bisnis berjalan, saya sudah mendapat klien penting," sambungnya.

Ternyata, berwirausaha bukan 'mainan' baru bagi Iim. Meski ilmu marketing bukan latar belakang pendidikannya, bagi lulusan Program Studi Manajemen Penyiaran (Broadcasting), Akademi Media Radio dan Televisi, Jakarta, ini berwirausaha merupakan sesuatu yang mengalir dalam darahnya. "Eyang saya seorang pedagang. Beliau eksportir gula dan kayu. Kakak saya pun banyak yang jadi entrepreneur," ujar bungsu dari 9 bersaudara ini.

"Saat masih bekerja menjadi staf di perusahaan periklanan, saya sadar betul, suatu saat nanti saya akan menjadi seorang wanita wirausaha." tuturnya. Lantas, Virus Communications berkolaborasi sebagai sister company dengan Virtual Consulting (perusahaan konsultan Online marketing yang digawangi Nukman Luthfie, pakar online marketing). Virus unggul dalam hal digital advertising, sedangkan Virtual unggul dalam hal online business development (melahirkan portal-portal besar, seperti bisnis.com, swa.co.id, tangandiatas.com). Baru-baru ini, Virus melakukan merger dengan Virtual untuk memperkokoh diri sebagai perusahaan konsultan online marketing papan atas di Indonesia.

Pengalaman bekerja di bidang advertising yang mengandalkan media televisi, radio atau print ad (metode konvensional, begitu ia menamakannya) diakui Iim memberi banyak pelajaran berharga. Meski kini ia fokus pada dunia pemasaran bisnis secara online, ilmu komunikasi marketing yang ia dapat dari pekerjaannya dulu itu tetap menjadi landasan dalam mengaplikasikan usaha barunya. "Kesibukan pekerjaan saya yang sekarang tak jauh berbeda dari pekerjaan sebelumnya. Namun, karena terbiasa bekerja di perusahaan besar, dengan struktur dan sistem kerja yang sudah rapi, saya harus mencurahkan perhatian ekstra dalam membangun bisnis sendiri," katanya.

Ia harus banyak belajar lagi. "Misalnya, dalam hal membuat laporan produksi, catatan keuangan, berhubungan dengan rekanan bisnis, membangun sistem layanan pelanggan (client service), hingga menyusun sistem keuangan," jelasnya. Meski cukup rumit, toh, Iim menjalani semua itu dengan antusiasme tinggi. "Tak hanya dalam hal berbisnis, di setiap aspek kehidupan pun saya berusaha selalu memberikan yang terbaik," kata wanita kelahiran 7 Febuari 1978 ini, bijak.

Tantangan Bisnis Online

Yang membedakan cara bisnis Iim dengan advertising konvensional adalah hal perantara (medium) komunikasi. "Tantangan pemasaran via online seperti yang saya jalani, lebih besar. Bandingkan saja dengan sebuah iklan televisi, yang besarnya memenuhi satu layar. Di satu layar situs internet bisa terdapat banyak sekali iklan online. Nah disinilah seninya iklan online. Setiap konsultan iklan online butuh strategi khusus agar iklannya dilirik konsumen, dan menang bersaing dengan jejeran iklan lain, jika tidak paham betul ilmunya, iklan yang dibuat bisa jadi malah tidak efektif menjaring konsumen," ungkap Iim, panjang lebar.

Seorang konsultan iklan online yang baik, selain harus mengerti ilmu komunikasi marketing secara umum, juga harus memahami sejumlah hal lain. Mulai dari konsep komunikasi online marketing, perilaku konsumen online, sampai ilmu teknologi informasi, plus kreativitas yang tinggi.

Menurut Iim, era pemasaran sekarang sudah bergeser. Dulu, produsen ingin produknya selalu tampil sempurna di mata konsumennya. "Padahal, bukankah tidak ada satupun di dunia ini yang sempurna?" kata Iim. Untunglah, konsumen sekarang sudah dapat melihat kekurangan suatu produk, bahkan bisa menyampaikan kritik.

"Produsen pun akhirnya sadar, lebih baik memperlakukan konsumen sebagai teman, dan menempatkan diri mereka sejajar dengan konsumen. Sekarang ini sudah tidak zaman-nya lagi memberlakukan model komunikasi atau pemasaran yang ’berjarak’ dengan konsumen. Jika tetap menerapkannya, bukan tak mungkin, produk justru makin ditinggalkan," Papar Iim.

Ia lantas mencontohkan apa yang telah dilakukan sebuah perusahaan minuman ringan dalam website-nya. Karena tak mau dikritik, mereka sengaja menghapus emua komentar konsumen yang bersifat kritik. "Akibatnya, konsumen malah menyebarkan sikap buruk perusahaan itu kepada khalayak luas sehingga berdampak kurang baik pada citra produk tersebut," jelasnya.

Percaya atau tidak, alasan utama yang menarik Iim untuk terjun berbisnis di dunia online dulu adalah krisis ekonomi. Di tengah krisis ekonomi sejak 2005, ia belum banyak melihat pebisnis dengan minat yang serupa dengannya. Dengan sedikitnya kompetitor, Iim percaya diri menangkap peluang bisnis yang bermasa depan sangat menjanjikan ini. Apalagi, teknologi informasi, khususnya layanan internet, makin digandrungi masyarakat.

"Dari waktu ke waktu, pengguna internet di Indonesia makin besar. Berdasarkan riset yang dibuat search engine ternama Google, saat ini di Indonesia ada sekitar 30 juta pengguna jaringan internet. Angka ini merupakan angka tertinggi di Asia Tenggara," kata Iim, senang. Fakta ini pula yang membuat para produsen atau pengusaha mengakui internet sebagai media pemasaran dan iklan yang efektif. Meski demikian Iim tidak anti pada iklan konvensional. Cara ini tetap dilakukannya, namun hanya sesuai kebutuhan.

Mengikuti dinamika dunia virtual membutuhkan kemampuan adaptasi yang tinggi."Ada yang bilang, gaya hidup konsultan online marketing juga harus online (dinamis dan mampu belajar cepat.). Makanya, saya membiasakan diri meluangkan waktu sejam dalam sehari untuk meng-up date pengetahuan saya di bidang ini," ujar ibu satu anak ini.

Tak sulit menelusuri jejak keberhasilan Iim. Sederet nama perusahaan besar menjadi kliennya. Sebut saja di antaranya Hewlett Packard, PT Telkom, Toyota, Auto2000, XL, Smart.



Cinta Keluarga

Meski selalu aktif dan produktif, Iim enggan disebut sebagai workaholic. "Akan lebih cocok, kalau saya disebut seorang shopaholic," ujar wanita yang memang hobi berbelanja pakaian dan sepatu ini, sambil tertawa. Menurutnya, workaholic bukanlah hal positif, sekalipun bagi wanita bekerja seperti dirinya. Tampaknya, ia tak mau kehilangan indahnya kehidupan di luar pekerjaan.

Nyatanya, meski kesibukannya menggunung, Iim tak pernah kekurangan waktu untuk menikmati saat-saat pribadi. Agak aneh memang, mengingat jam kerjanya saja bisa lebih dari 18 jam sehari. Bahkan, ia harus merelakan sejumlah akhir pekan untuk bekerja. "Lagi pula, ditengah sengitnya persaingan usaha sekarang ini, mana ada entrepreneur yang bisa bebas berlibur?" ujarnya.

Keseharian Iim, bisa membuat kita iri. Soalnya, meski sibuk bekerja, ia tak terpisahkan dari buah hatinya, Maleeka Kendra Adhitia (16 bulan). Setiap hari Ken Ken, begitu panggilan sayang putrinya itu, ikut kemanapun Iim pergi. "Sampai sekarang saya masih memberikan ASI untuk Ken Ken. Itu sebabnya, saya membawanya kemana-mana," ungkapnya, bahagia.

"Me time saya berarti bersantai dengan suami dan anak," katanya. Hobi masak sang suami pun jadi bumbu yang indah dalam rumah tangganya. "Saya tidak bisa masak, justru Mo Mo (panggilan untuk Adhitia, suaminya) yang sering masak untuk saya," tutur pencinta hidangan steik dan pasta ini. Kata 'Alhamdulillah' berkali-kali ia ucapkan sebagai ungkapan syukur atas semua yang dimilikinya saat ini.

Mengenai busana muslim yang dikenakannya, sehari-hari, juga suatu anugerah yang disyukurinya. Sejak kembali dari Tanah Suci pada tahun 2006, ia mengubah penampilannya 180 derajat. "Dulu saya senang memakai pakaian terbuka. Namun, sejak menikah dan naik haji, saya berusaha membenahi diri. Apalagi, kata Mo Mo, saya terlihat paling cantik dengan pakaian seperti ini," sambung wanita yang punya panggilan sayang Mi Mi ini, seraya tertawa.

"Mudah-mudahan, 5 tahun lagi saya bisa menujadi konsultan online ternama," harapnya. Meski luar biasa sibuk, Iim tampaknya tak kenal kata lelah. "Saya amat menikmati apa yang saya lakukan sekarang," katanya. Kegagalan pun tak membuatnya kecewa. "Suka maupun duka selalu saya anggap bagian dari proses yang harus saya lalui.". Karena alasan ini juga, Iim tak tahu harus menjawab apa ketika ditanya kapan ia berencana 'pensiun' dari pekerjaannya.
Sumber: majalah FEMINA no 15/XXXVII 11-17 April 2009

18 November 2010

KISAH SUKSES: Diah Andini, Bisnis Kue Kering & Penggerak Pengangguran

by Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia

Dalam menjalankan bisnis kue kering, Diah Andini menerapkan sistem produksi ramah lingkungan. Ia membuat sumur resapan untuk menampung limbah. Diah juga memberi lapangan kerja bagi banyak pengangguran di lingkungannya.

Diah Andini adalah sosok wanita yang patut dicontoh. Betapa tidak. Untuk membantu usahanya dalam berniaga kue kering, wanita yang akrab disapa Andini ini memberdayakan para pengangguran yang tinggal di sekitar tempat tinggalnya di Desa Bojong Koneng, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Eloknya, dalam menjalankan usahanya yang telah dirintis sejak tujuh tahun silam itu, Andini menerapkan sistem produksi ramah lingkungan. Contohnya, ia membuat sumur resapan di pabriknya untuk menampung limbah hasil produksi kue keringnya. Jadi, selain memberi manfaat ekonomi bagi lingkungan sekitar, usaha yang ditekuni Andini juga ramah lingkungan lantaran tidak meninggalkan bau tak sedap.

Manajemen produksi seperti itulah yang akhirnya mengantarkan Andini meraih penghargaan sebagai Social Entrepreneur di ajang BNI-Femina tahun 2009 lalu.

Andini mengaku, dirinya tidak menyangka bisnis kue keringnya bakal berkembang seperti saat ini. Maklum, saat awal membuka usaha kue, Andini tidak yakin dengan kondisi fisiknya ketika itu. Gara-garanya, dokter memvonis perempuan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran ini menderita penyakit jantung menjelang akhir studinya. “Saya sempat stres. Ibu saya lalu menyarankan agar saya berbisnis supaya bisa menenangkan pikiran,” kenang Andini.

Karena sejak kecil sering membantu sang ibu membuat kue kering, Andini memutuskan memulai bisnis kue kering.

Bermodalkan pinjaman dari ibunya, dia mulai merintis usaha kue kering. Bendera usahanya adalah Difa Cookies.

Pada tahap awal, ia mempekerjakan delapan ibu rumah tangga di sekitar rumahnya. Perempuan kelahiran 2 Juni 1975 ini mengisahkan, awalnya cukup berat mempekerjakan mereka. Yang tersulit adalah mengubah kebiasaan hidup karyawannya, baik dari sisi kebersihan maupun kedisiplinan dalam bekerja.

Itu sebabnya, sebelum resmi mempekerjakan mereka, Andini melakukan pelatihan awal selama sepekan. Salah satu hal yang ia tekankan adalah membuat standar operasional untuk melatih kedisiplinan para karyawan. “Awalnya untuk menerapkan kebersihan dan kedisiplinan pada diri sendiri saja berat, tapi sekarang bahkan ada yang menerapkannya sampai ke lingkungan rumah mereka,” tutur ibu dua anak ini.

Jadi, pelatihan kerja yang ia terapkan pada karyawannya tidak sia-sia. Kini, Andini telah merekrut 25 warga sekitar Bojong Koneng menjadi pekerja tetap Difa Cookies. Bahkan, saat pesanan melonjak menjelang Lebaran atau hari raya lainnya, dia mempekerjakan 80-120 orang tetangganya.

Dengan mempekerjakan warga, Andini pun bisa mengangkat perekonomian warga di desanya yang termasuk salah satu desa tertinggal di Jawa Barat. “Dengan bekerja di sini, mereka bisa menambah pendapatan bagi keluarganya. Selain itu, tindak kejahatan juga bisa diminimalkan,” ujar Andini.

Andini menuturkan, tahun lalu Difa Cookies berhasil meraup omzet Rp 900 juta. Setiap tahun penjualan kue keringnya meningkat sekitar 15%-20%. Konsumennya berasal dari Bandung, Jakarta, Balikpapan, Kuala Lumpur, hingga Brunei Darussalam.

Ke depan, perempuan kelahiran Semarang ini akan merintis sistem plasma di kampung tempat pabrik mininya beroperasi. Nantinya, beberapa warga akan dikelompokkan untuk memproduksi kue kering sendiri. Andini akan membantu memasarkan hasil produksi mereka. “Saya ingin mereka tidak tergantung terus pada pabrik saya yang kecil ini,” katanya merendah.

Sumber: kontan.co.id