25 September 2012

c3000 vs e3000

c3000 adalah istilah yang saya ciptakan di Twitter untuk menyebutconsumer 3000 atau kelompok konsumen kelas menengah Indonesia. Sedangkan e3000 adalah istilah saya untukentrepreneur 3000 yaitu wirausahawan yang berasal dari kalangan kelas menengah. Ya, perlu diingat bahwa kalangan kelas menengah merupakan sumber kelas wirausahawan yang potensial mengingat mereka memiliki discretionary income (duit menganggur) yang cukup besar yang bisa diinvestasikan dalam beragam bentuk bisnis.

Dua Sisi


Apa hubungannya c3000 dan e3000? Dalam berbagai kesempatan diskusi dan seminar saya sering mengatakan bahwa kalangan kelas menengah merupakan aset paling berharga untuk membentuk Indonesia menjadi kekuatan ekonomi dominan di dunia. Peran krusial kelas menengah ini bisa diihat dari dua sisi.


Pertama dari sisi permintaan (demand), yaitu peran mereka sebagai konsumen atau pasar luar biasa besar yang menyerap berbagai produk-produk industri kita mulai dari makanan-minuman, TV flat, mobil, hingga produk perbankan. Data BPS tahun lalu menunjukkan bahwa dengan penduduk mencapai 240 juta jiwa, kini sekitar 55% dari GDP (gross domestic product) kita berasal dari konsumsi dalam negeri (domestic consumption) yang mencapai angka sangat fantastis lebih dari Rp.4.000 triliun. Pasar domestik ini merupakan potensi pasar yang luar biasa besar.


Kedua, dari sisi penawaran (supply), yaitu peran mereka sebagai “produsen” atau lebih tepat disebut wirausahawan yang bergerak dalam berbagai sektor produktif pencipta nilai (value-creating activities). Dalam literatur ekonomi kelas menengah, memang kelompok ini memiliki peran strategis di dalam perekonomian suatu negara sebagai sumber bagi terbentuknya kelas wirausaha.


Dengan potensi discretionary income yang cukup besar mereka memiliki peluang paling besar untuk menjadi wirausahawan pencipta lapangan kerja bagi kalangan masyarakat di bawahnya. Di samping itu mereka juga memiliki apa yang disebut “middle class etos” yaitu nilai-nilai pekerja keras, berwawasan global, kreativitas, mengambil risiko (take-risk), dan pembelajar.


Ekonomi Keropos


Nah, ini dia hubungan antara c3000 dan e3000. Kalau negeri ini kuat c3000-nya, tapi tidak diikuti dengan kokohnya fondasi e3000, maka ekonomi bangsa ini akan keropos. Ya, karena kita hanya menjadi “bangsa pengonsumsi” dan “bangsa penikmat”. Kita hanya menjadi pasar bagi produk-produk asing yang menghisap manisnya madu negeri ini. Konsumsi domestik 4.000 triliun di atas hanya menjadi “bancaan” (bahasa jawa untuk: “kenduri”) para pelaku ekonomi asing. Kalau sudah begitu, maka cepat atau lambat kita akan menghadapai problem neraca pembayaran akut yang menjadikan keroposnya ekonomi kita.


Kita tidak bangga kalau hanya punya c3000 yang konsumtif danhedonis. Kita tidak bangga kalau hanya punya c3000 yang tiap akhir pekan berjejal-jejal membanjiri mal-mal yang bertebar produk branded asing. Kita tidak bangga kalau hanya punya c3000 yang bisanya hanya menyukseskan Java Jazz Festival atau konserJustin Bieber dan Katy Perry. Kita juga tidak bangga kalau hanya punya c3000 yang mobilnya (mobil merek asing tentu saja) membikin Jakarta lumpuh total oleh kemacetan.


Kita baru bangga jika c3000 yang tumbuh luar biasa ini juga diikuti oleh tumbuh luar biasanya e3000. Bangsa ini tak boleh hanya sekedar menjadi bangsa penikmat dan bangsa konsumtif, tapi juga harus menjadi bangsa pencipta nilai dan bangsa produktif. Dengan c3000 yang luar biasa besar, bangsa ini tak boleh hanya menjadi pasar merek-merek asing; tapi dengan kekuatan e3000 yang kokoh harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Itu artinya, kelas menengah kita juga harus menempa diri menjadi kelas wirausahawan yang tangguh dan menjadi backbone ekonomi bangsa.


Momentum


Karena adanya urgensi di atas, saya berpendapat kinilah saatnya e3000 Indonesia bangkit. Tumbuh pesatnya c3000 harus dijadikan momentum untuk menumbuhkan e3000 dalam jumlah besar. Revolusi c3000 yang menghasilkan pasar domestik yang sangat besar haruslah dimanfaatkan oleh e3000 untuk menempa diri menciptakan produk-produk yang mampu bersaing dengan merek asing. Hanya dengan c3000 (sisi demand) yang juga diikuti e3000 (sisi supply) yang solid, Indonesia akan memiliki kemandirian ekonomi, karena tak tergantung dari produk-produk hebat asing.


Kini saatnya e3000 harus memiliki sensitifitas luar biasa untuk mengendus setiap peluang yang muncul dari adanya revolusi c3000. Saya optimis e3000 memiliki daya saing unggul melawan merek-merek asing karena seharusnya merekalah yang paling mengerti seluk-beluk pasar Indonesia. Dengan pemahaman perilaku pasar Indonesia, e3000 haruslah mampu membangun local branddengan local advantages yang unik dan tak kalah dari global brand.

Tiga tahun terakhir Indonesia mengalami perkembangan ekonomi luar biasa. Menyusul terlampauinya GDP perkapita $3000 Indonesia tumbuh menjadi salah satu pasar terbesar di dunia yang dilirik produk dan investasi asing. Alangkah menyedihkan jika potensi pasar yang besar itu hanya dimanfaatkan produk-produk asing, karena memang kita tak mampu memanfaatkannya. Untuk bisa menggarapnya kita butuh e3000 dalam jumlah besar. Karena itulah, di samping “revolusi c3000” kita juga harus mendorong terbangkitkannya “revolusi e3000”.

Pahlawan Nasional


Kalau pada jaman Proklamasi 1945 dulu tantangan terbesar bangsa ini adalah kemerdekaan dari penjajah Belanda, maka tantangan kita ke depan adalah bagaimana membawa Indonesia menjadi bangsa besar dengan kemandirian ekonomi yang kokoh. Karena itu, kalau pahlawan nasional di jaman kemerdekaan dulu adalah para pejuang yang mengangkat senjata melawan penjajah, maka kini pahlawan nasional itu adalah e3000 yang peduli dan bertanggung-jawab pada kejayaan dan kemandirian ekonomi bangsa.


Kalau di jaman kemerdekaan dulu pahlawan nasional bisa dihitung dengan jari (Soekarno, Hatta, Sudirman, dll.), maka kini pahlawan nasional itu ribuan, ratusan ribu, bahkan kalau bisa jutaan. Ya, karena semakin banyak dari bangsa ini yang menjadi e3000, maka Indonesia akan menjadi bangsa yang makin besar dan makin mandiri. Mari menjadi e3000 yang peduli dan bernurani. By : Yuswohady

No comments: