".....&*^.).";???@#%.!~???///":::#@#......."
ungkapan kebingunganku saat aku bercermin sambil menatapmu
Sayangku…………..
Tiga bulan dari sekian puluh tahun berjalan adalah potongan kecil dari sudut waktu. Sekarang setelah bersama dari kesendirian. Bagi kita adalah tonggak membangun langkah ke depan. Kita telah mulai peradaban dari sini.
Sayangku…………
Seharusnya aku tetap terjaga. Membuka mata hati untuk selalu awas. Untuk melindungi cita-cita kita. Merenda bersama membangun istana impian. Yang berujung bertemu Rabb dengan wajah berseri.
Sayangku…………
Ribuan hari akan kita lalui. Bergandeng tangan melangkah bersama. Hingga di penghujung waktu yang masing-masing kita miliki. Jenak-jenak didalamnya akan banyak terjadi. Binarnya mata, sunggingan senyum, segukan air mata, letupan-letupan keegoisan. Atau sesuatu yang tidak bisa difikirkan saat ini. Menggoreskan banyak hal dalam jiwa. Mungkin terekam dan menjadi guratan-guratan.
Sayangku………..
Aku sendiri belum sanggup menjadi yang istimewa. Yang selalu belajar dan bertolak dari kesalahan yang ada. Dari sana akan ada banyak coretan-coretan dalam benakku. Kurangkum, kuhimpun hingga menghasilkan kesimpulan yang menunjuki jalan hidupku. Bantu aku merangkak, berjalan. Pegang tanganku. Semoga tegak berjalan. Terima kasih untukmu sayang.
Sayangku…………
Saat inipun sudah berulang kali aku melukai dirimu. Seringkali aku tidak peduli. Menganggap hal yang wajar dengan tanpa sadar terus melukai. Mungkin itu luapan emosiku mencintai dirimu. Mungkin cara yang salah. Kesabaranmu membuatku kaku. Diam. Hingga tak sanggup ku melupakanmu.
Sayangku………..
Pegang jemariku. Bersama pejamkan mata dan kemudian kita berdo’a:
Ya Rabb….. berikan petunjukmu pada kami, bimbing tangan kami, langkah hati kami, damaikan antar kami.
Ya Rabb….. satukan hati ini, eratkan perasaan kami hingga meluap, menghasilkan jundi-jundi yang akan meneruskan cita-cita kami.
Ya Rabb….. tangan kami kecil, sangat kecil hingga sangat berharap pada-Mu terus menjaga dan memaafkan segala kesalahan kami.
Ya Rabb….. wujudkan impian kami hari ini menjadi kenyataan esok……amiin
Sayangku......
Genggam erat hatiku, tenangkan diriku, pijat jiwaku hingga terlelap dalam perasaanmu. Kuharap saat terbangun. Kembali berseri. Yang kemudian terjaga tuk melanjutkan perjalanan lagi.
Sayangku…………
Maafkan aku.
Juni Handoko, Tangerang, 21 10 2003
26 April 2007
Aku adalah saya dan kamu
Memandang lurus keatas sambil merebahkan tubuh. Keempat mataku. Kumpulan kotak-kotak persegi panjang yang terbentuk dari rajutan kayu berlapis dan tertutup cat. Putih. Tersusun. Dan membentuk langit-langit di kamar. Ditengahnya Sinar menerangi. Seekor cicak merambat seperti hiasan dinding yang selalu berpindah tempat. Batu bata tersusun dibalik dinding, gambar di pantulan Kaca, Jendela, saya dan kamu….
Kita mulai mengambil kertas dari catatan pikiran, mengambil pena dari hati dan mulai menuliskan…… Kamu…… Saya…….. Bukanlah menjadi kita sepenuhnya. Sebab aku adalah saya dan kamu. Kamu adalah saya dan aku. Bulan belum berganti. Kudapatkan seperti aku menemui takdir. Tak tergambar sebelumnya. Sudah kucari-cari sekian lama. Kubuka lembaran dari harapan. Kutengok halaman mimpi. Dan kuhampiri goresan-goresan kenyataan. Kini lengkaplah sudah.
Aku adalah saya dan kamu. Begitu istilahku. Perjalanan masih panjang. Sepanjang takdirku. Akhir di sana aku tidak tau. Mungkin seperti lorong yang aku tak dapat menentukan ujungnya. Gelap atau terang. Tapi…. Kuyakin… Jangan takut. Jangan gentar. Selalu belajar tentang kesabaran dan tanya pada nurani, hanya itu bekalku.
Aku adalah saya dan kamu. Membentuk ritmik melangkah bukan perkara mudah bagiku. Harus saling mengerti. Pegang erat bekalku. Aku sudah mulai melangkah. Jangan pernah berfikir untuk berhenti. Terus maju. Selalu belajar tentang saya, kamu, kita, ia, kami, mereka dan pencipta. Karena itu menentukan akhirku.
Aku adalah saya dan kamu. Bergerak maju dengan beban harus sangat hati-hati. Jagalah. Jangan lemah. Saya dan kamu. Kadang harus terjatuh. Terluka dan berdarah… Dengan itu aku dapat belajar tentang sakit, derita, ketangguhan, bahagia dan cinta.
Aku adalah saya dan kamu. Saatnya nanti. Entah kapan. Aku harus tunduk oleh maut. Siapa lebih dulu?. Saya atau kamu?. Tak selamanya aku atau saya dan kamu harus bersama menyusuri lorong ini. Itupun masalah waktu. Teruslah. Jangan pernah berhenti. Itu harapanku. Berharap dan berdoalah, hingga aku atau saya dan kamu berjumpa cahaya dan membuat ritmik di ujung sana…….
Juni Handoko, Jatiuwung, 26 Agustus 2003
Memandang lurus keatas sambil merebahkan tubuh. Keempat mataku. Kumpulan kotak-kotak persegi panjang yang terbentuk dari rajutan kayu berlapis dan tertutup cat. Putih. Tersusun. Dan membentuk langit-langit di kamar. Ditengahnya Sinar menerangi. Seekor cicak merambat seperti hiasan dinding yang selalu berpindah tempat. Batu bata tersusun dibalik dinding, gambar di pantulan Kaca, Jendela, saya dan kamu….
Kita mulai mengambil kertas dari catatan pikiran, mengambil pena dari hati dan mulai menuliskan…… Kamu…… Saya…….. Bukanlah menjadi kita sepenuhnya. Sebab aku adalah saya dan kamu. Kamu adalah saya dan aku. Bulan belum berganti. Kudapatkan seperti aku menemui takdir. Tak tergambar sebelumnya. Sudah kucari-cari sekian lama. Kubuka lembaran dari harapan. Kutengok halaman mimpi. Dan kuhampiri goresan-goresan kenyataan. Kini lengkaplah sudah.
Aku adalah saya dan kamu. Begitu istilahku. Perjalanan masih panjang. Sepanjang takdirku. Akhir di sana aku tidak tau. Mungkin seperti lorong yang aku tak dapat menentukan ujungnya. Gelap atau terang. Tapi…. Kuyakin… Jangan takut. Jangan gentar. Selalu belajar tentang kesabaran dan tanya pada nurani, hanya itu bekalku.
Aku adalah saya dan kamu. Membentuk ritmik melangkah bukan perkara mudah bagiku. Harus saling mengerti. Pegang erat bekalku. Aku sudah mulai melangkah. Jangan pernah berfikir untuk berhenti. Terus maju. Selalu belajar tentang saya, kamu, kita, ia, kami, mereka dan pencipta. Karena itu menentukan akhirku.
Aku adalah saya dan kamu. Bergerak maju dengan beban harus sangat hati-hati. Jagalah. Jangan lemah. Saya dan kamu. Kadang harus terjatuh. Terluka dan berdarah… Dengan itu aku dapat belajar tentang sakit, derita, ketangguhan, bahagia dan cinta.
Aku adalah saya dan kamu. Saatnya nanti. Entah kapan. Aku harus tunduk oleh maut. Siapa lebih dulu?. Saya atau kamu?. Tak selamanya aku atau saya dan kamu harus bersama menyusuri lorong ini. Itupun masalah waktu. Teruslah. Jangan pernah berhenti. Itu harapanku. Berharap dan berdoalah, hingga aku atau saya dan kamu berjumpa cahaya dan membuat ritmik di ujung sana…….
Juni Handoko, Jatiuwung, 26 Agustus 2003
Tetap genggam hatiku
Kutatap dirimu dalam emosiku
Ucapku deras dingin, meluap seakan menumpahkan tumpukan geram
Tak terbendung merata ke sela-sela rasa, menghujam, bergumul seperti awan hitam
Menyambar-nyambar tak habis oleh diam…..
Tatapmu kaku sambil memainkan jemari
Menampung dinginnya ucap, menampung tumpahan geram, menampung egoisku
Kilatan bening dari sudut matamu mulai terlihat
Belum menjadi butiran gelembung tumpah bercampur rasa
Dirimu diam…mencoba tetap tegar….terbata ingin bicara……mencoba diantara derasnya ucapan
Dalam rasamu……sedih, bingung bercampur pilu……dan perasaan lain yang belum sanggup kupahami
Dirimu tetap diam……tiba-tiba….menghampiriku dengan kedua tangan direntangkan meraih bahuku
Tumpah….sesegukan tak tertahan bercampur aliran hangat kedua matamu
Sembab….sambil terbata berucap maaf diantara egoku….
Awan gelap perlahan sirna tertiup angin…..
Kuraih kedua pipimu dengan kedua tangan sambil kucoba mencari rasa dalam tatapan mata
Tak kudapat kata lain untuk berucap
Pelukmu semakin erat, seakan tak ingin kau lepas
Meluluhkan emosi, menetralkan gejolak, memecah ombak seperti karang
Dalam palung batinku kurasakan syukurku dirimu dalam pelukku
Entah jika selain dirimu….sayangku
Juni Handoko, Tangerang, 12 Maret 2004
Kutatap dirimu dalam emosiku
Ucapku deras dingin, meluap seakan menumpahkan tumpukan geram
Tak terbendung merata ke sela-sela rasa, menghujam, bergumul seperti awan hitam
Menyambar-nyambar tak habis oleh diam…..
Tatapmu kaku sambil memainkan jemari
Menampung dinginnya ucap, menampung tumpahan geram, menampung egoisku
Kilatan bening dari sudut matamu mulai terlihat
Belum menjadi butiran gelembung tumpah bercampur rasa
Dirimu diam…mencoba tetap tegar….terbata ingin bicara……mencoba diantara derasnya ucapan
Dalam rasamu……sedih, bingung bercampur pilu……dan perasaan lain yang belum sanggup kupahami
Dirimu tetap diam……tiba-tiba….menghampiriku dengan kedua tangan direntangkan meraih bahuku
Tumpah….sesegukan tak tertahan bercampur aliran hangat kedua matamu
Sembab….sambil terbata berucap maaf diantara egoku….
Awan gelap perlahan sirna tertiup angin…..
Kuraih kedua pipimu dengan kedua tangan sambil kucoba mencari rasa dalam tatapan mata
Tak kudapat kata lain untuk berucap
Pelukmu semakin erat, seakan tak ingin kau lepas
Meluluhkan emosi, menetralkan gejolak, memecah ombak seperti karang
Dalam palung batinku kurasakan syukurku dirimu dalam pelukku
Entah jika selain dirimu….sayangku
Juni Handoko, Tangerang, 12 Maret 2004
Subscribe to:
Posts (Atom)