27 December 2010

KISAH SUKSES: Andi Sufariyanto: "Pensiun di Umur 33"

Terlanjur nyemplung dan sekalian basah. Itulah yang dialami Andi Sufariyanto, CEO Natural Body Care Pourvous. Sejak masih duduk di bangku kuliah tahun ke-2, Andi menjalankan bisnis awalnya dengan bermodalkan uang Rp 250.000. “Jadi (tahun) 99 saya mulai, mengalami pasang surut, dan baru lumayan pada 1995,” katanya. Sekurangnya ada tujuh janis usaha yang dilakoninya sebelum merintis usaha produk perawatan tubuh. “Pertama jual beli hp, lalu servis hp, cuci mobil, menjual barang serba lima ribu, bisnis software, aksesoris, dan desain,” papar Andi.

Pada September 2007 Andi pun memulai bisnis besarnya ini. “Awalnya dari pesanan, kita nemu orang yang memang butuh produk perawatan untuk pernikahan dia, kebetulan saya searching di database saya, saya punya orang yang bisa bikin. Jadi saya makelar di tengah-tengah,” Andi menuturkan. Setelah jalan, Andi pun mencari tahu melalui internet serta media lain bahwa pasar untuk produk kosmetik yang natural sangat besar. “Di internasional sudah billion, sangat besar,” tegasnya. Berawal dari peluang tersebut, Andi yang sudah memiliki modal dari bisnis-bisnis kecil sebelumnya mulai menggarap bisnis barunya dengan serius.

Pourvous berasal dari bahasa Prancis yang berarti “untuk kamu”. Produk Pourvous sendiri ditujukan bagi perempuan dengan usia di atas 20 tahun. Terdapat berbagai varian yang tersedia, di antaranya body lotion, body butter, foot treatment, massage oil, firming series, shower gel, aromatic pillow, dan teh untuk dikonsumsi. Selama tiga tahun berjalan, produksi untuk satu varian mencapai 2.000 per bulan.

Distribusi produk ini sudah hampir mencapai seluruh kota besar di Indonesia. Selama ini Andi menjual produknya secara online serta melalui beberapa distributor. “Untuk saat ini kita mencoba sistem outlet. Kita barusan mendirikan outlet di Surabaya, di Tunjungan Plaza,” ujar kelahiran 8 Juli 1981 ini. Beberapa varian Pourvous juga sudah pernah diekspor ke Manila sebanyak dua kali. Menurut Andi, saat ini pihaknya sedang mempelajari ritme bisnis ritel kosmetik yang telah berdiri di Surabaya. “Setelah ritme dapat, kita akan buka (outlet) di Jakarta,” imbuhnya seraya menambahkan bahwa mereka telah mendapat tawaran dari Pasaraya Grande dan Alun-Alun Grand indonesia. “Tawarannya di-postpone dulu,” kata Andi lagi.

Dengan status sebagai Usaha Kecil Menengah (UKM), Andi mengakui beberapa kendala yang selama ini dihadapinya. Ia mengatakan, kesulitan utama adalah proses perizinan. Tidak hanya biaya, namun dibutuhkan pula waktu untuk memprosesnya. “Misalnya dapat sertifikat halal, GMP, SNI,” tukasnya. Ia menambahkan, proses perizinan tersebut berkaitan dengan jumlah barang yang akan diproduksi. “Untuk produksi kita bicara untuk produksi per termin, tidak bisa sedikit-sedikit” tandasnya.

Selain Pourvous, di bawah PT Adila Imperium buatan Andi, terdapat pula virtual office. Virtual office berfungsi membantu sebuah kantor dalam menjalankan bisnisnya, sehingga dapat menghemat biaya yang harus dikeluarkan. “Virtual office kita segmennya lebih ke ukm, targetnya supaya ukm bisa terakselerasi dengan tidak terbebani biaya operasional bulanan. Karena itu tidak seperti virtual office lainnya yang berada di building, kita ini berada di ruko,” papar Andi.

Setelah melalui perjuangan panjang hingga mencapai tahap sekarang ini, Andi merasa bersyukur dirinya tidak memiliki keinginan untuk bekerja kantoran. Dikemukakannya, ia telah berjani pada dirinya sendiri dan juga ingin membuktikan kepada temannya bahwa ia dapat pensiun dari pekerjaan di umur 33. “Saya terlanjur koar-koar kepada teman-teman bahwa saya tidak mau bekerja kantoran. Dan saya ingin buktikan kepada teman saya, di umur 33 sudah bisa pensiun. Pensiun dalam artian, kerja itu merupakan apa yang ingin dilakukan, bukan yang harus dilakukan,” ucap lulusan Teknik Mesin Institut Teknologi Surabaya ini.

Dukungan orang tua sebenarnya kurang dirasakan oleh Andi. “Kedua orang tua saya tidak berbisnis, mereka bekerja dua-duanya. Jadi didukung tidak, dikekang juga tidak,” imbuhnya. Namun, yang dilakukan Andi untuk mengubah kedua orang tuanya dari yang semula abstain menjadi dukungan adalah dengan melakukan apa yang sudah seharusnya dilakukan seorang anak saat berkuliah yakni berprestasi baik. “Saat kuliah saya pintar bagi-bai waktu, supaya dapat nilai bagus. Kalau nilai sudah bagus orang tua pun tidak akan melarang kita melakukan kegiatan lain seperti misalnya bisnis,” ungkapnya.

Andi pun membagi rahasia suksesnya dalam berkarier menjadi wirausahawan muda. Untuk menjadi sukses diperlukan skill, knowledge dan network. “Skill adalah apa yang kita lalui, knowledge adalah apa yang kita pelajari, dan network adalah siapa yang kita kenal. Modal itu nomor sekian,” katanya. Ke depannya, ia berharap produk kosmetik Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negara sendiri sekaligus dapat berbicara di pasar global.

Sumber: swa.co.id
Gambar: andisufariyanto.blogspot.com

09 December 2010

Kisah Sukses: Iim Fahima ; Berjaya di dunia Online

Kehadirannya membius lawan bicara. Semangatnya menular sehingga siapapun di dekatnya ikut optimis. Sosok wanita muda cantik, elegan, percaya diri, dan berwawasan luas, seolah tak cukup menggambarkan pribadi Iim Fahima Jachja (31). Dialah konsultan online advertising yang melejit namanya diantara pegiat jasa virtal tanah air. Maka, sangat layak jika finalis International Young Creative Entrepreneur of The Year (IYCE) 2008, British Council ini menjadi salah satu pembicara paling ditunggu di Seminar Kartini femina. Sejumlah wirausaha sukses lain juga akan membeberkan rahasia bisnis mereka, dua diantaranya, pemilik distro Bloop dan tas Mimsy.

Siap Tak Gajian Setahun

Pada tahun 2006, karier Iim di salah satu perusahaan periklanan terbesar di Indonesia, terbilang mapan. Karier suaminya, Adhitia Sofyan, saat itu pun cukup bagus, yakni sebagai art director disebuah agen periklanan asing. Tapi ditengah kemapanan yang bisa membuai itu, mereka justru mantap membuka lembaran baru dengan menjadi wirausaha. This is the time. Begitu tekad mereka kala itu. Padahal, untuk mewujudkan usaha impian tersebut, mereka harus memulai dari nol.

Mereka mengambil keputusan yang berani. Apalagi jika mengingat pada waktu itu, kondisi perekonomian Indonseia sedang tak menentu dan penuh ujian. Toh, Iim tak hanya berbekal nekat dalam membentuk bisnis jasa konsultasi maketing dan komunikasi onlie, yang ia beri nama Virus Communications, dibawah bendera PT Virtual Media Nusantara.

Sebelumnya, ia menyiapkan sederet rencana matang. "Semua resiko usaha saya perhitungkan, termasuk dari sisi finance. Demi bisnis baru ini, saya bahkan sudah siap-siap andai tidak bisa gajian setahun," kenangnya, sambil tersenyum. "Tapi, Ahamdulillah, baru sebulan bisnis berjalan, saya sudah mendapat klien penting," sambungnya.

Ternyata, berwirausaha bukan 'mainan' baru bagi Iim. Meski ilmu marketing bukan latar belakang pendidikannya, bagi lulusan Program Studi Manajemen Penyiaran (Broadcasting), Akademi Media Radio dan Televisi, Jakarta, ini berwirausaha merupakan sesuatu yang mengalir dalam darahnya. "Eyang saya seorang pedagang. Beliau eksportir gula dan kayu. Kakak saya pun banyak yang jadi entrepreneur," ujar bungsu dari 9 bersaudara ini.

"Saat masih bekerja menjadi staf di perusahaan periklanan, saya sadar betul, suatu saat nanti saya akan menjadi seorang wanita wirausaha." tuturnya. Lantas, Virus Communications berkolaborasi sebagai sister company dengan Virtual Consulting (perusahaan konsultan Online marketing yang digawangi Nukman Luthfie, pakar online marketing). Virus unggul dalam hal digital advertising, sedangkan Virtual unggul dalam hal online business development (melahirkan portal-portal besar, seperti bisnis.com, swa.co.id, tangandiatas.com). Baru-baru ini, Virus melakukan merger dengan Virtual untuk memperkokoh diri sebagai perusahaan konsultan online marketing papan atas di Indonesia.

Pengalaman bekerja di bidang advertising yang mengandalkan media televisi, radio atau print ad (metode konvensional, begitu ia menamakannya) diakui Iim memberi banyak pelajaran berharga. Meski kini ia fokus pada dunia pemasaran bisnis secara online, ilmu komunikasi marketing yang ia dapat dari pekerjaannya dulu itu tetap menjadi landasan dalam mengaplikasikan usaha barunya. "Kesibukan pekerjaan saya yang sekarang tak jauh berbeda dari pekerjaan sebelumnya. Namun, karena terbiasa bekerja di perusahaan besar, dengan struktur dan sistem kerja yang sudah rapi, saya harus mencurahkan perhatian ekstra dalam membangun bisnis sendiri," katanya.

Ia harus banyak belajar lagi. "Misalnya, dalam hal membuat laporan produksi, catatan keuangan, berhubungan dengan rekanan bisnis, membangun sistem layanan pelanggan (client service), hingga menyusun sistem keuangan," jelasnya. Meski cukup rumit, toh, Iim menjalani semua itu dengan antusiasme tinggi. "Tak hanya dalam hal berbisnis, di setiap aspek kehidupan pun saya berusaha selalu memberikan yang terbaik," kata wanita kelahiran 7 Febuari 1978 ini, bijak.

Tantangan Bisnis Online

Yang membedakan cara bisnis Iim dengan advertising konvensional adalah hal perantara (medium) komunikasi. "Tantangan pemasaran via online seperti yang saya jalani, lebih besar. Bandingkan saja dengan sebuah iklan televisi, yang besarnya memenuhi satu layar. Di satu layar situs internet bisa terdapat banyak sekali iklan online. Nah disinilah seninya iklan online. Setiap konsultan iklan online butuh strategi khusus agar iklannya dilirik konsumen, dan menang bersaing dengan jejeran iklan lain, jika tidak paham betul ilmunya, iklan yang dibuat bisa jadi malah tidak efektif menjaring konsumen," ungkap Iim, panjang lebar.

Seorang konsultan iklan online yang baik, selain harus mengerti ilmu komunikasi marketing secara umum, juga harus memahami sejumlah hal lain. Mulai dari konsep komunikasi online marketing, perilaku konsumen online, sampai ilmu teknologi informasi, plus kreativitas yang tinggi.

Menurut Iim, era pemasaran sekarang sudah bergeser. Dulu, produsen ingin produknya selalu tampil sempurna di mata konsumennya. "Padahal, bukankah tidak ada satupun di dunia ini yang sempurna?" kata Iim. Untunglah, konsumen sekarang sudah dapat melihat kekurangan suatu produk, bahkan bisa menyampaikan kritik.

"Produsen pun akhirnya sadar, lebih baik memperlakukan konsumen sebagai teman, dan menempatkan diri mereka sejajar dengan konsumen. Sekarang ini sudah tidak zaman-nya lagi memberlakukan model komunikasi atau pemasaran yang ’berjarak’ dengan konsumen. Jika tetap menerapkannya, bukan tak mungkin, produk justru makin ditinggalkan," Papar Iim.

Ia lantas mencontohkan apa yang telah dilakukan sebuah perusahaan minuman ringan dalam website-nya. Karena tak mau dikritik, mereka sengaja menghapus emua komentar konsumen yang bersifat kritik. "Akibatnya, konsumen malah menyebarkan sikap buruk perusahaan itu kepada khalayak luas sehingga berdampak kurang baik pada citra produk tersebut," jelasnya.

Percaya atau tidak, alasan utama yang menarik Iim untuk terjun berbisnis di dunia online dulu adalah krisis ekonomi. Di tengah krisis ekonomi sejak 2005, ia belum banyak melihat pebisnis dengan minat yang serupa dengannya. Dengan sedikitnya kompetitor, Iim percaya diri menangkap peluang bisnis yang bermasa depan sangat menjanjikan ini. Apalagi, teknologi informasi, khususnya layanan internet, makin digandrungi masyarakat.

"Dari waktu ke waktu, pengguna internet di Indonesia makin besar. Berdasarkan riset yang dibuat search engine ternama Google, saat ini di Indonesia ada sekitar 30 juta pengguna jaringan internet. Angka ini merupakan angka tertinggi di Asia Tenggara," kata Iim, senang. Fakta ini pula yang membuat para produsen atau pengusaha mengakui internet sebagai media pemasaran dan iklan yang efektif. Meski demikian Iim tidak anti pada iklan konvensional. Cara ini tetap dilakukannya, namun hanya sesuai kebutuhan.

Mengikuti dinamika dunia virtual membutuhkan kemampuan adaptasi yang tinggi."Ada yang bilang, gaya hidup konsultan online marketing juga harus online (dinamis dan mampu belajar cepat.). Makanya, saya membiasakan diri meluangkan waktu sejam dalam sehari untuk meng-up date pengetahuan saya di bidang ini," ujar ibu satu anak ini.

Tak sulit menelusuri jejak keberhasilan Iim. Sederet nama perusahaan besar menjadi kliennya. Sebut saja di antaranya Hewlett Packard, PT Telkom, Toyota, Auto2000, XL, Smart.



Cinta Keluarga

Meski selalu aktif dan produktif, Iim enggan disebut sebagai workaholic. "Akan lebih cocok, kalau saya disebut seorang shopaholic," ujar wanita yang memang hobi berbelanja pakaian dan sepatu ini, sambil tertawa. Menurutnya, workaholic bukanlah hal positif, sekalipun bagi wanita bekerja seperti dirinya. Tampaknya, ia tak mau kehilangan indahnya kehidupan di luar pekerjaan.

Nyatanya, meski kesibukannya menggunung, Iim tak pernah kekurangan waktu untuk menikmati saat-saat pribadi. Agak aneh memang, mengingat jam kerjanya saja bisa lebih dari 18 jam sehari. Bahkan, ia harus merelakan sejumlah akhir pekan untuk bekerja. "Lagi pula, ditengah sengitnya persaingan usaha sekarang ini, mana ada entrepreneur yang bisa bebas berlibur?" ujarnya.

Keseharian Iim, bisa membuat kita iri. Soalnya, meski sibuk bekerja, ia tak terpisahkan dari buah hatinya, Maleeka Kendra Adhitia (16 bulan). Setiap hari Ken Ken, begitu panggilan sayang putrinya itu, ikut kemanapun Iim pergi. "Sampai sekarang saya masih memberikan ASI untuk Ken Ken. Itu sebabnya, saya membawanya kemana-mana," ungkapnya, bahagia.

"Me time saya berarti bersantai dengan suami dan anak," katanya. Hobi masak sang suami pun jadi bumbu yang indah dalam rumah tangganya. "Saya tidak bisa masak, justru Mo Mo (panggilan untuk Adhitia, suaminya) yang sering masak untuk saya," tutur pencinta hidangan steik dan pasta ini. Kata 'Alhamdulillah' berkali-kali ia ucapkan sebagai ungkapan syukur atas semua yang dimilikinya saat ini.

Mengenai busana muslim yang dikenakannya, sehari-hari, juga suatu anugerah yang disyukurinya. Sejak kembali dari Tanah Suci pada tahun 2006, ia mengubah penampilannya 180 derajat. "Dulu saya senang memakai pakaian terbuka. Namun, sejak menikah dan naik haji, saya berusaha membenahi diri. Apalagi, kata Mo Mo, saya terlihat paling cantik dengan pakaian seperti ini," sambung wanita yang punya panggilan sayang Mi Mi ini, seraya tertawa.

"Mudah-mudahan, 5 tahun lagi saya bisa menujadi konsultan online ternama," harapnya. Meski luar biasa sibuk, Iim tampaknya tak kenal kata lelah. "Saya amat menikmati apa yang saya lakukan sekarang," katanya. Kegagalan pun tak membuatnya kecewa. "Suka maupun duka selalu saya anggap bagian dari proses yang harus saya lalui.". Karena alasan ini juga, Iim tak tahu harus menjawab apa ketika ditanya kapan ia berencana 'pensiun' dari pekerjaannya.
Sumber: majalah FEMINA no 15/XXXVII 11-17 April 2009