27 October 2010

KISAH SUKSES: Hj RubiahSardjono: Wanita Bisa Menjadi Pengusaha Hebat

Wanita bisa menjadi pebisnis hebat. Kalimat ini bukan latah ikut-ikutan bicara emansipasi wanita yang kini kuat didengungkan. Wanita bisa menjadi pebisnis hebat adalah pengakuan jujur Hj Rubiyah Sardjono, seorang ibu rumah tangga yang kini menekuni bisnis Bengkel X-Tra.

Di sebuah seminar kewirausahaan bagi para purna tugas yang bekerja di perusahaan multinasional yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Administrasi, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Malang, Hj Rubiyah Sardjono bertanya kepada peserta yang mengikuti workshop kewirausahaan ini. “Orang seperti saya ini cocoknya bisnis apa,” ? ujarnya memancing pertanyaan. Banyak peserta yang mengatakan bahwa Hj Rubiyah Sardjono yang penampilannya seperti itu cocok bisnis katering. Ada juga yang nyeletuk bisnis salon penganten.

Mendengar jawaban seperti itu, Hj Rubiyah tersenyum masgul. Ia memang membenarkan semua jawaban yang diberikan para peserta tersebut. “Ya saya memang pernah berbisnis salon penganten, bisnis katering, dan jenis bisnis lainnya yang sering dilakukan oleh ibu rumah tangga, termasuk bisnis membuat kue kering,” ujarnya.

Suami Pindah Kerja, Bisnis Mulai Nol Lagi

Semua bisnis yang dijalani ibu dari empat orang anak ini semuanya berkembang dengan baik. Namun ketika suaminya harus pindah kerja sesuai tugas kantor, maka ia harus rela melepaskan bisnis yang sudah dirintisnya dengan susah payah ini. “Di Jakarta, saya pernah membuka usaha katering. Usaha maju, hasilnya bisa untuk membeli rumah dan keperluan lainnya. Namun usaha ini harus dilepas ke orang lain karena suami pindah kerja ke Surabaya,” ujarnya.

Dengan situasi seperti itu, Hj Rubiyah berfikir, mungkinkah ada bisnis yang bisa dikelola secara tidak langsung, artinya bisnisnya berjalan tanpa ia harus ada di sana tetapi menghasilkan. Karena terbiasa aktif berbisnis, Hj Rubiyah mencoba mengusulkan ide bisnis dengan membuka bengkel untuk kendaraan bermotor. Ide ini berawal dari pengamatannya bahwa pemilik bengkel kendaraan bermotor tidak harus berada setiap saat di lokasi usaha, dan rata-rata, sepengetahuannya, hasilnya cukup menjanjikan.

Ia, kemudian berdiskusi dengan suaminya, H Sardjono, yang menjadi karyawan disebuah perusahaan swasta, dan berlatar belakang sebagai seorang teknisi mesin. H Sardjono, suaminya, mencoba mengaktualisasikan ide yang ada di benak istrinya, dengan menggambar secara detail bentuk usaha bengkel kendaraan bermotor yang akan dijalankannya secara profesional. Usaha barunya ini dicoba dan dibuka tahun 1993 di Surabaya. Di luar dugaan, ternyata bengkelnya ramai luar biasa.

Fase Baru Bengkel Profesional

Setelah cukup lama bengkelnya dikenal banyak pelanggan, dan selalu ramai, ia mencoba mengajukan izin kepada Astra Honda Motor untuk membuka Bengkel AHASS. Seperti diketahui Astra Honda Motor dengan jaringan Bengkel AHASSnya memiliki segmen pasar yang luas yang telah dikenal sangat professional.

Ternyata prosesnya tidak semudah yang dibayangkan orang. Penuh lika-liku, membutuhkan banyak waktu dan kesabaran. Baru pada tahun 1999, izin yang diajukan Hj Rubiyah untuk membuka Bengkel AHASS dikabulkan oleh tim Astra Honda Motor. Izin sudah ditangan, tetapi ada masalah lain yang masih mengganjal. Ia diberikan izin dilokasi yang kurang strategis, alias msih sepi. Masalah lainnya, soal modal yang diperlukan untuk membuka Bengkel AHASS membutuhkan modal yang tidak sedikit.

“Saya harus menjual hampir semua asset yang saya miliki. Mulai dari rumah, mobil, hingga semua perhiasan yang saya miliki, baik yang sedang saya pakai maupun yang dipakai anak-anak,”ungkapnya. Perjuangan meyakinkan manajemen Astra Honda Motor bahwa Bengkel AHASS yang didirikannya akan ramai dan benar-benar beda, memang dibuktikannya. Bengkel AHASS itu ramai. Bahkan telah berkembang dari satu menjadi dua, kemudian bertambah lagi menjadi tiga Bengkel AHASS yang didirikannya. Hebatnya lagi, semua Bengkel AHASS miliknya merupakan Bengkel AHASS terbaik se Indonesia Wilayah Timur, bahkan jadi rujukan untuk standarisasi Bengkel AHASS di wilayah tersebut. Dari sinilah Hj Rubiyah menemukan passionnya bahwa ia memang cocok berbisnis bengkel kendaraan bermotor.

Ide Bisnis yang Terus Berkembang

Melihat pengelolaan Bengkel AHASS miliknya yang sudah berjalan dengan baik, dengan manajemen professional, ia mencoba mengembangkan ide bisnis lain untuk melengkapi bisnis bengkel kendaraan bermotor dengan bisnis salon dan cuci motor. Ide ini dibawa kepada seseorang, pemilik bisnis usaha franchise salon dan cuci motor yang cukup terkenal di Indonesia.

“Ternyata ide saya dibajak oleh perusahaan tersebut, termasuk uang saya sebesar Rp100juta yang raib dengan system bisnis yang tidak karuan rimbanya. Saya sudah mengikhlaskan, tetapi saya bertekad menjalankan ide bisnis ini dengan sekuat tenaga ,” ujarnya.

Berawal dari kepentok itulah, Hj Rubiyah memiliki tekad lebih kuat untuk mengoalkan ide-idenya dengan membuat usaha bengkel yang diinegrasikan dengan salon dan cuci motor. Ia memberi nama usahanya dengan brand MOTOR X-TRA. Hak cipta merek, dan izin patennya juga sudah keluar pada bulan November tahun 2007 lalu. Yang khas dari Bengkel MOTOR X-TRA adalah terintegrasinya layanan bengkel, cuci motor, salon serta berbagai keperluan bagi kendaraan motor lainnya. Ia bahkan menyebutnya sebagai bengkel yang one stop sevice untuk otomotif roda dua. Saat ini, setahun setelah Bengkel MOTOR X-TRA diluncurkan, sudah ada 6 cabang MOTOR X-TRA, diantaranya di Sidoarjo, Surabaya, Malang, Yogyakarta dan Gresik.

Berbagi Sukses

Kesuksesan yang telah dinikmati Hj Rubiyah Sardjono, dalam mengelola Bengkel MOTOR X-Tra memberikan keyakinan bahwa bisnis yang dijalankan telah berjalan di rel yang benar.

“Saya menawarkan peluang bisnis yang sangat realisitis dengan modal yang tidak terlalu besar. Ada banyak pilihan paket usaha, mulai dari Paket One Stop Service senilai investasi Rp170juta, Paket Snow Wash &Oil Shop 3 SPH senilai investasi Rp92,3juta, Paket Snow Wash &Oil Shop 2 SPH senilai investasi Rp84,9juta, Paket Snow Wash senilai investasi Rp58,9juta, serta Paket Snow Wash + AHASS senilai investasi Rp57juta (Paket terakhir ini hanya diperuntukkan bagi para pemilik jaringan AHASS saja dn berlaku untuk satu alamat outlet saja).

Berdasarkan besarnya nilai investasi yang harus dipersiapkan oleh para calon investor atau mitra , Hj Rubiyah Sardjono mengungkapkan bahwa nilai yang ditawarkan sangat bersaing dibandingkan dengan usaha sejenis yang pernah ada. “Saya bisa katakanan, untuk investasi bisnis bergabung di Bengkel MOTOR X-TRA yang nilainya terbesar adalah paket investasi terkecil di usaha bengkel motor lain. Selisihnya jauh,” ujar Hj Rubiyah.

Apakah bisnis ini memiliki prospek yang bagus? Sepanjang yang telah dilakukan Hj Rubiyah dengan membuka 6 cabang Bengkel MOTOR X-TRA, serta pengalaman mengelola 3 Bengkel AHASS selama 15 tahun, ia yakin mampu membawa mitranya menuai hasil usaha seperti yang diharapkan, dengan meningkatkan pendapatan yang berasal dari cuci mobil, jasa bengkel dan salon, serta penjualan suku cadang kendaraan bermotor. Menurut Hj Tubiyah, pada prinsipnya sebuah usaha akan berhasil jika dalam menjalaninya memegang tiga prinsip usaha, yaitu jujur, tekun serta fokus.

Sumber: Wirausaha dan Keuangan
http://jpmi.or.id/

25 October 2010

Kisah Sukses Mr. JOGER

Mr Joger Mr.JOGER. Orang kreatif adalah orang yang bisa memunculkan ide dan diterima orang lain dengan senang hati. Salah satunya adalah Joseph Theodorus Wulianadi alias Mr Joger, BAA, BSS (Bukan Apa-Apa dan Bukan Siapa-Siapa). Pemilik pabrik katakata Joger ini bahkan disebut sebagai orang kreatif yang mampu memunculkan ide gila, aneh, menipu semua orang tapi bagaimana yang ditipu tidak merasa ditipu, dan malah merasa senang.

Berawal dari itikad baik untuk menjadi manusia yang baik, minimal tidak menjadi parasit di negeri tercinta atau tidak menjadi pengangguran atau menjadi beban bagi orang lain adalah motivasi awal bagi Mr Joger untuk merintis usaha. ”Saya ini kan bukan ahli bahasa. Saya juga bukan orang pintar. Tapi tampaknya saya punya keyakinan yang cukup untuk mendukung keberanian saya mengemukakan niat-niat baik melalui karya-karya saya yang jelek-jelek. Tapi bukan salah saya kalau ternyata banyak masyarakat dalam maupun luar negeri yang jatuh hati dan secara rutin mau membeli produk-produk Joger yang jelek-jelek tapi
unik ini,” tegas Mr Joger. Bisnis bagi saya adalah bagaimana caranya “menipu” konsumen secara baik-baik, sehingga mereka merasa senang dan merasa tidak ditipu, dan datang lagi minta ditipu secara berkesinambungan.


Marketing yang andal adalah orang yang sudah bisa mempengaruhi jiwa konsumen. Bukan lagi hanya kantongnya, sehingga orang tersebut tidak bisa berbuat apa-apa. Kunci keberhasilan adalah kejujuran yang mengandung itikad baik. Dalam berusaha saya tidak selalu memikirkan untung. Keuntungan hanya membuat kita kaya secara meteri, namun tidak secara batin. Untuk apa kaya kalau tidak bahagia? Bukan berarti saya menganjurkan miskin. Akan lebih rugi bila sudah miskin tidak bahagia. Jadi tujuan hidup bukan miskin atau kaya, tapi bahagia.Yang disebut bahagia adalah orang yang bisa berkarya untuk diri sendiri dan bermanfaat untuk masyarakat. Kalau mau kaya, usahakan jangan sampai orang lain menjadi miskin karenanya. Saya mempunyai filosofi, “lebih baik sedikit tetapi cukup daripada banyak tetapi kurang.” Miskin di sini saya artikan adalah cukup. Kalau sudah merasa sudah cukup, untuk apa memikirkan banyak?

Dalam hidup saya memakai sistem kompromi. Separuh untuk nafkah separuh lagi untuk kehidupan. Karena mencari nafkah itu belum tentu hidup. Apabila sudah bisa menikmati hidup, barulah namanya
hidup. Hidup itu sebenarnya mudah karena Tuhan Maha Baik, Dia akan memberikan segala yang diminta hambanya. Manusia itu sering berbicara bahwa Tuhan Maha Tahu, tapi mereka sok. Tuhan Maha Kuasa tapi
kita sok kuasa akhirnya kita tidak mau rendah hati. Sebetulnya, kalau rendah hati, hidup ini jadi indah.

Selain mengelola Joger, saya juga sering menjadi pembicara di seminar-seminar.Saya sering mengungkapkan , kembangkanlah diri kalau mau percaya diri. Tapi sebelum mengembangkan diri, harustahu diri. Jadi intinya adalah tahu diri, setelah itu percaya diri. Bagaimana bisa berusaha, bila tidak percaya diri dan tidak bisa mengembangkan diri?

Sumber: www.entrepreneuruniversity.co.id

17 October 2010

Pramono, Dari Office Boy Jadi Milyader

Kisah perjalanan hidup A Pramono (34) mirip cerita sinetron. Belasan tahun lalu, ketika pria kelahiran Madiun ini mengadu nasib ke Ibu Kota Jakarta, ia memulainya dengan menjadi office boy di sebuah perusahaan swasta. Lalu ia beralih menjadi pedagang ayam bakar di pinggir jalan. Ternyata sukses. Kini Pramono sudah menjadi miliarder yang memiliki banyak usaha. Siapa yang tidak ngiler?

“Kalau cerita saya dibikin sinetron mungkin akan menarik,” kata pria pemilik usaha Ayam Bakar Mas Mono ini ketika bercakap cakap dengan Warta Kota di salah satu kedainya di Jalan Tebet Raya No 57, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Namun, ayah satu anak yang akrab dipanggil Mas Mono ini buru buru menambahkan bahwa sukses bisa diraihnya setelah melewati proses yang cukup panjang. la meyakini, dalam hidup ini tidak ada sesuatu yang instan. Artinya, kalau ingin sukses mesti lewat perjuangan.

“Orang tidak tahu dan mungkin tidak mau tahu, ketika memulai usaha ini saya harus ke pasar jam tiga dinihari. Jam empat subuh sudah menyalakan kompor, ketika kebanyakan orang masih tidur,” ujar Pramono.

Awalnya, suami Nunung ini berjualan ayam bakar di pinggir Jalan Soepomo, Jakarta Selatan, persisnya di seberang Universitas Sahid. Di tempat itu, setiap hari-kecuali hari libur dia menggelar tenda, bangku dan meja untuk berdagang.

Dengan memakai kaus, celana gombrang dan sandal jepit, dia setia melayani pembeli yang datang dari pagi sampai pukul 14.00. Sebagian pembelinya adalah mahasiswa dan orang kantoran yang bekerja di wilayah tersebut.

“Tapi ya namanya dagang kaki lima, ada gilirannya. Saya dagang dari pagi sampai siang. Dagangan habis nggak habis saya harus tutup. Lalu, jam 14.00 diganti pedagang lain yang menjual nasi goreng, pecel lele dan seafood,” tutur Pramono sambil memperlihatkan foto lamanya di laptop.

Pria yang menamatkan S3 (maksudnya tamat SD, SMP, SMA) di Madiun ini belakangan akrab dengan laptop karena dia menjadi salah seorang mentor nasional dari Entrepreneur University (EU). Foto-foto lamanya itu menjadi salah satu bahan presentasinya ketika membawakan materi tentang wirausaha.

Menurut Pramono, sejak dulu dia suka fotografi tapi hanya sebatas hobi. Bukan karena dia tahu akari sukses. Jika diamati, foto Pramono saat masih berjualan di pinggir jalan dan saat ditemui Warta Kota beberapa hari lalu, memang berbeda jauh. Dulu dia terlihat kurus, sekarang tampak macho dan keren.

“Ya, bedalah Mas. Dulu tidak terawat, sekarang terawat. Dulu nggak punya tabungan,sekarang tabungan banyak di bank,” ujarnya sambil menunjukkan tabungannya yang pernah mencapai persis Rp 1 miliar.

Senang Belajar
Salah satu kebiasaan positif yang dimiliki Pramono dan sangat memberi inspirasi adalah kesenangannya belajar sesuatu yang baru untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Tahun 1999, ketika menjadi office boy di sebuah perusahaan swasta, Pramono selalu memanfaatkan,waktu luangnya dengan belajar komputer. Bukan bermain bermain game seperti kebanyakan orang. Sebab dia tahu, dengan menguasai keterampilan itu kariernya bisa naik dan gajinya juga akan lebih besar.

Pramono benar, karena kariernya terus meningkat hingga akhirnya diangkat menjadi supervisor. Meski jabatannya cukup tinggi tapi dia terus tertantang untuk meningkatkan taraf hidupnya. Cita-citanya cuma satu, bagaimana caranya lebih membahagiakan orang-orang yang dicintai, keluarga dan orangtuanya.

Akhirnya, tahun 2001 dia keluar dart perusahaan tersebut dan memulai usaha dengan berjualan gorengan keliling di seputar,wilayah Pancoran, Jakarta Selatan. Langkahnya rada ekstrem. Sebab, bagi Pramono, untuk memulai usaha tidak perlu banyak berpikir, apalagi menghitung rugi laba. Yang terpenting adalah melakukan action.

“Banyak saudara saya yang tidak terima dengan keputusan itu. Apalagi pada awal-awal berdagang, omzetnya baru Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per hari,” ujarnya.

Meski menghadapi banyak tantangan, Pramono tidak mau mundur. Sampai akhirnya dia mendapat lapak kosong di seberang Universitas Sahid. Dengan modal Rp 500.000 untuk membeli gerobak dan peralatan lainnya, termasuk ayam lima ekor, Pramono membuka lembaran barunya dengan menjual ayam bakar. Namun karena belum mahir mendorong gerobak, pernah suatu ketika ayam dagangan jatuh ke pasir. Terpaksa ayam tersebut harus dibersihkan dulu.

“Kalau orang lain mungkin sudah mikir macam-macam. Wah ini tanda sepi, nggak laku, karena baru mau jualan ayamnya sudah jatuh, sial. Namun, kalau saya justru berpikir lain. Wah, ini pertanda bagus, dagangan saya bakal laku. Sebab, saya menggunakan otak kanan. Selalu optimis dan percaya dirt,” tegas Pramono.

Terlepas dart peristiwa itu, beberapa tahun kemudian usaha Ayam Bakar Mas Mono berkembang pesat. Dia mempunyai 13 cabang dan dalam satu hari bisa menjual 1.000 ekor ayam. “Sampai sekarang saya merasa seperti mimpi. Kok bisa ya,” kata Pramono
sumber: www.purdiechandra.net

13 October 2010

Mereka yang Sukses "from Emperan to Empire"

JAKARTA, KOMPAS.com — Ada pepatah, "Kesuksesan lahir dari keberanian mengalahkan ketakutan". Mungkin idiom ini yang menjadi pecutan bagi Fachrur Rozi dan Fadli hingga berani memulai sebuah usaha yang berawal dari modal Rp 100.000 hasil "bantingan" bersama. Kini, Rozi dan Fadli sudah menangguk hasil dari perjuangannya dalam waktu dua tahun ini. Dari Rp 100.000, dalam satu tahun saja, omzetnya sudah mencapai Rp 1 miliar. Bahkan, saat ini dalam sebulan sedikitnya berhasil mencapai transaksi hingga Rp 600 juta. Usaha apa, sih, mereka?

Berawal dari modal Rp 100.000, Rozi dan Fadli memulai usaha membuat sandal-sandal yang imut dan lucu. Mereka menyebutnya "imucu". Bentuknya macam-macam, ada hewan dan buah-buahan. Awalnya mereka mencari agen dengan melakukan promosi di emperan. "Makanya, tagline yang menjadi semangat kami sekarang, from emperan to empire. Karena tadinya kami usaha di emperan, sekarang sudah jadi empire," kata Rozi, yang menangani bidang pemasaran, kepada Kompas.com saat ditemui di ajang Pekan Wirausaha di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Minggu (11/4/2010).

Kesuksesan mereka tak hadir begitu saja. Sebelum memulai bisnis sandal-sandal lucu, Rozi dan Fadli masing-masing pernah mencoba berbagai bidang usaha. Mulai dari usaha roti bakar hingga mi ayam. Saat itu mereka juga masih berstatus sebagai karyawan di sebuah perusahaan. "Dari yang semula hanya berdua, sekarang kami sudah punya karyawan 50 orang dan punya tim kreatif sendiri. Ceritanya, saya dan Fadli lagi sama-sama jatuh, punya utang banyak karena bisnis yang kami coba gagal. Tapi, saat itu masih kerja. Penghasilan bulanan hanya buat nutup utang. Akhirnya, kami menemukan sebuah produk, uang Rp 100.000-lah dipakai untuk buat prototipe sandalnya," kisah Rozi.

Kemudian, lanjut Rozi, mereka mengambil celah berpromosi dalam sebuah pameran franchise di Surabaya, Jawa Timur. Lebih dari 500 brosur mereka bagikan di area parkir lokasi pameran. "Sampai kami kejar-kejaran sama anggota satpam karena yang ikut pameran aja bayarnya Rp 30 juta. Kami enggak bayar, kok, seenaknya promosi, mungkin dilihat seperti itu. Akhirnya, dari hasil promosi, kami mendapatkan 10 agen," katanya.

Setiap agen harus membeli paket seharga Rp 250.000. Uang sebesar Rp 2,5 juta dari 10 agen inilah yang digunakan Rozi dan Fadli untuk memproduksi sandal lucu. Dari situ, order yang mereka terima semakin tinggi. Dalam satu tahun pertama, usaha mereka praktis tanpa saingan sehingga bisa mencapai pemasukan Rp1 miliar dalam satu tahun pertama. "Tapi, dalam tiga bulan pertama kami enggak dapat apa-apa. Semua keuntungan diputar lagi jadi modal. Bulan keempat baru kami berpikir bahwa tenaga yang kami sisakan sepulang kantor untuk mbungkusin produk juga harus dihargai. Akhirnya, ya, kami ambil keuntungan dibagi Rp 600.000 per orang. Berikutnya berlipat ganda," ujar Rozi.

Setelah melihat perkembangan bisnis yang pesat, Rozi dan Fadli mengambil keputusan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja dan fokus menekuni usaha. Salah satu pengembangan yang dilakukan adalah memproduksi kaus-kaus lucu bagi anak-anak dan produk sandal jepit unik bagi remaja. Untuk sandal lucu, setiap agen bisa membeli 150 pasang sandal dengan modal Rp 2 juta. Sementara paket reseller, 15 pasang dengan modal Rp 250.000.

Kini, semua usaha itu juga dipasarkan secara online melalui beberapa situs web, di antaranya www.rajasendal.com dan www.myjapit.com. "Memulai bisnis itu jangan takut, tapi juga jangan ngawur. Sekali dua kali mungkin gagal, tetapi jangan berhenti. Biasanya mereka yang gagal berbisnis karena mereka berhenti untuk mencoba lagi. Memulai usaha itu tidak selalu dengan modal besar," kata Rozi.

ref:http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/04/11/14163861/Mereka.yang.Sukses.from.Emperan.to.Empire.

08 October 2010

KISAH SUKSES: Ridwan Kamil: Hidup adalah Memberi

Dengan tinggal serta memiliki kantor kecil di Bandung (hanya cukup untuk 25 orang), juga berprofesi sebagai dosen Arsitektur ITB dan ketua Bandung Creative City Forum, Ridwan Kamil mematahkan mitos bahwa untuk sukses harus tinggal di Jakarta, memiliki kantor yang besar dan harus bekerja sebagai full professional.

Bersama Urbane (Urban Evolution) sebagai jasa konsultan perencanaan, arsitektur dan desain yang dia dirikan pada tahun 2004, Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil banyak menghasilkan karya arsitektur di berbagai negara seperti di Singapura, Thailand, Bahrain, Cina, Vietnam, Uni Emirat Arab dan tentu saja di Indonesia. Umumnya proyek ini berupa pengembangan kawasan perkotaan seluas 10-1000 ha atau disebut sebagai mega proyek.

Beberapa contoh proyek yang ditangani Emil diantaranya seperti Marina Bay Waterfront Master di Singapura, Sukhotai Urban Resort Master Plan di Bangkok, Ras Al Kaimah Waterfront Master di Qatar, juga District 1 Saigon South Residential Master Plan di Saigon. Sementara di Cina ada Shao Xing Waterfront Masterplan, Beijing CBD Master Plan, dan Guangzhou Science City Master Plan.

Sedangkan di Jakarta Emil menggarap Superblock Project untuk Rasuna Epicentrum, dari luas lahan sebesar 12 ha itu nantinya akan dibangung Bakrie Tower, Epicentrum Walk, perkantoran, retail, dan waterfront. Sebelum itu diantaranya dia juga mendisain Menara I Universitas Tarumanegara, Al-Azhar International School di Kota Baru Parahyangan, Bandung, lalu Grand Wisata Community Club House di Bekasi, Pupuk Kaltim IT Center di Balik Papan, dan masih banyak lagi.

Keberhasilan itu ditambah lagi dengan penghargaan menjuarai 20 sayembara, baik bersama Urbane maupun secara pribadi. Sebagai contoh, pada tahun 2009 dan 2008 Urbane mendapat penghargaan BCI Asia Top 10 Awards untuk kategori rancangan bangunan bisnis. Selain itu Emil juga menjadi juara dalam merancang Museum Tsunami di Aceh dan memenangkan Young Creative Entrepreneur Award pada tahun 2006 dari British Council.

Lahir di Bandung pada tanggal 4 Oktober 1971 Emil adalah anak kedua dari lima bersaudara. sejak kecil Emil sebenarnya suka berimajinasi. Dia suka membaca komik dan melihat foto-foto berbagai kota sepulang ayahnya dari luar negeri. Dari hal yang terakhir kemudian muncul bayangan akan kota yang dapat membuat nyaman masyarakat. Selain itu sejak kecil Emil juga sudah memiliki jiwa wirausaha. Sewaktu SD dia pernah berjualan es mambo buatannya sendiri.

Selama masa sekolah Emil dikenal sebagai pribadi yang aktif dan cerdas. Selain aktif di OSIS, Paskibra dan klub sepakbola, Emil selalu masuk urutan lima besar di kelas. Semasa kuliah di jurusan Arsitektur ITB, Emil juga aktif di himpunan mahasiswa dan unit kegiatan seni Sunda.

Di kampusnya jiwa wirausaha Emil kemudian tumbuh lagi, untuk mencari dana tambahan untuk keperluan kuliahnya Emil membuat ilustrasi cat air atau maket untuk dosen. Pada tahun 1997 Emil lulus dari ITB dan memilih untuk bekerja di Amerika Serikat. Tapi baru empat bulan bekerja dia dipecat karena imbas krisis moneter membuat klien asal Indonesia tidak membayar pekerjaanya.

Malu untuk pulang Emil berusaha untuk tetap di Amerika, dan akhirnya dia mendapatkan beasiswa S2 di University of California, Berkeley. Untuk bertahan hidup dia merasakan makan sehari sekali dengan menu murahan seharga 99 sen dan bekerja di paruh waktu di dinas tata kota Berkele.

Di Amerika pengalaman untuk bertahan hidup Emil terus bertambah ketika istrinya, Atalia Praratya, akan melahirkan anak pertama. Bapak yang kini memiliki dua anak itu tidak punya uang sehingga akhirnya dia harus mengaku miskin pada pemerintahan kota setempat agar bisa mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Akhirnya, dia menemani sang istri melahirkan di rumah sakit khusus orang miskin, tepatnya di bangsal yang penuh dengan ibu-ibu menjerit kesakitan ketika melahirkan.

Baginya pengalaman jatuh-bangun itulah yang membentuk nilai-nilai hidupnya. Emil yang juga penulis blog ini juga mengaku dia tidak akan melupakan pengalaman itu dan justru pengalaman itulah yang dijadikannya motivasi. Pada tahun 2002 Emil kembali ke Indonesia dan dua tahun kemudian dia mendirikan Urbane.

Menurut Emil pada empat tahun pertama Urbane memiliki target untuk membangun reputasi secara komersil, sementara empat tahun berikutnya, yang artinya sekarang, Urbane fokus pada membangun masyarakat miskin kota. Masalah yang pernah dia alami sendiri.

Dari seluruh pengalamannya itu maka Emil memiliki filosofi to live is to give, hidup adalah untuk memberi. Kesuksesan dirinya bersama Urbane saat ini dia sadari hanya keberuntungan karena roda kehidupan kadang di atas, kadang di bawah. Orang bilang kalau mati orang meninggalkan nama, tapi bagi Emil keinginan tertingginya jika dia mati nanti adalah meninggalkan inspirasi, ide dan cerita yang bisa dilanjutkan oleh orang lain.

Sumber: indonesiakreatif.net

Dapatkan artikel KISAH SUKSES lainnya di Portal Wirausaha Indonesia, silakan klik http://jpmi.or.id/

02 October 2010

Berani Dulu, Baru Trampil

Saya bisanya hanya nggodhog wedang atau merebus air, tapi akhirnya saya bisa
juga punya restoran. Itu karena, saya punya keberanian." Purdi E.Chandra



Saat saya berbicara pada kuliah kewirausahaan di Fakultas Ekonomi sebuah universitas swasta di Yogyakarta, saya sempat ditanya para mahasiswa: “Apakah seorang untuk menjadi pengusaha itu harus memiliki keterampilan dulu ?”

Saya rasa, ini pertanyaan bagus. Pertanyaan yang sama pernah juga hinggap di benak saya, yaitu saat saya baru memulai menjadi pengusaha. Saat pertanyaan ini saya balikkan pada mereka, teryata sebagian besar mahasiswa mengatakan: “Perlu terampil dulu, baru berani memulai usaha.”

Saya rasa jawaban mereka tidak bisa disalahkan. Mereka cenderung menggunakan otak rasional. Padahal menurut saya, untuk menjadi pengusaha, kita harus berani dulu memulai usaha, baru setelah itu memiliki keterampilan. Bukan sebaliknya, terampil dulu, baru berani memulai usaha.

Sebab, saya melihat di Indonesia, ini sebenarya banyak sekali pengangguran yang tidak sedikit memiliki keterampilan tertentu. Namun, mereka tidak punya keberanian memulai usaha. Akibatnya, keterampilan yang dimiliki apakah itu yang diperolehnya saat sekolah atau bekerja sebelumnya, akhirnya banyak yang tidak dimanfaatkan. Itu ‘kan sayang sekali.

Seperti yang saya alami sendiri, saat membuka usaha Restoran Padang Sari Raja. Saya katakan pada mereka, bahwa terus terang saya tidak bisa membuat masakan padang yang enak. saya penikmat masakan padang. Tapi saya tidak tahu bumbunya apa saja yang membuat masakan tersebut enak. Saya katakan pada mereka: “Saya bisanya hanya nggodhog wedang atau merebus air”. Itu artinya apa? Saya bisa punya usaha restoran,
karena saya punya keberanian.

Begitu juga, saat saya dulu membuka usaha Bimbingan Belajar Primagama. Saya belum pernah mengajar atau menjadi tentor di tempat lain. Bahkan saya belum pernah menjadi karyawan di perusahaan orang lain. Namun, saya memberanikan diri untuk membuka usaha tersebut. Sebab, saya berpendapat, kalau kita tidak punya keterampilan, maka banyak orang lain yang terampil di bidangnya bisa menjadi mitra usaha kita.

Karena itu bagi saya, yang terpenting adalah keberanian dulu membuka usaha. Apapun jenisnya, apapun namanya. Sebab, sesungguhnya, untuk menjadi pengusaha, keterampilan bukan segala-galanya. Tetapi keberanian memulai usaha itulah yang harus kita miliki terlebih dahulu.

Banyak contoh, orang yang sukses menjadi manajer, tapi ternyata belum tentu sukses sebagai entrepreneur. sebaliknya, seseorang yang di awal memulai usaha dengan tidak memiliki keterampilan manajerial, tetapi ia memiliki keberanian memulai usaha, banyak yang ternyata berhasil. Orang jenis terakhir ini selain memiliki keberanian, juga mau mengembangkan jiwa entrepreneur. Oleh karena itulah saya kira, jiwa entrepreneur, harus kita bangun atau kita bentuk sejak awal.
Sumber: www.entrepreneuruniversity.co.id

Kaya Ide, Miskin Keberanian

Kita harus ada keberanian untuk jatuh - bangun".Purdi E. Chandra.


Ada sebuah pertanyaan menarik dari seorang peserta “Entrepreneur University” angkatan ketiga saat mengikuti kuliah perdana pekan lalu. “Saya begitu banyak sekali ide bisnis, tapi nyatanya tak ada satu pun ide bisnis itu terealisir. Akibabnya, saya hanya sekadar kaya ide, tapi bisnis tak ada?”, tanya peserta yang kebetulan ibu-rumah tangga itu.

Saya kira, pertanyaan atau kejadian seperti itu tak hanya dialami oleh ibu tadi, tapi juga cukup banyak dialami oleh kita semua, bahwa yang namanya ide bisnis itu adaada saja. Tapi, yah hanya sekadar ide bisnis, sementara bisnisnya nol atau tak terwujud sama sekali. Terkadang ide yang tidak kita realisir justru sudah dicoba lebih dulu oleh orang lain. Dalam konteks ini, saya berpendapat, sebenarnya untuk membuat bisnis, memang dibutuhkan ide. Hanya saja, karena kita hanya kaya ide, namun miskin keberanian untuk mencobanya, maka yang berkembang adalah idenya, sedang bisnisnya nol.

Menurut saya, miskinnya keberanian itu bermula ketika kita mendapat pendidikan di sekolah atau di bangku kuliah, yang kita dapat hanyalah teori semata. Jadi, kita terlalu banyak berteori, tapi miskin praktek. Akibatnya, ketika kita kaya ide, miskin keberanian. Artinya, kalau kita hanya menguasai teori, namun kalau tidak bisa dipraktekkan, maka ide bisnis sehebat apapun akan sulit jadi kenyataan. Yah, seperti halnya, kita belajar setir mobil. Kalau kita hanya tahu teorinya, tapi tak pernah mencoba atau mempraktekkannya, tentu tetap tidak bisa setir mobil.

Jadi, saya kira, persoalannya adalah terletak pada, bagaimana kita yang semula hanya kaya teori atau hanya sekadar bermain logika atau istilah lainnya hanya mengandalkan otak kiri, kemudian bisa berpikir atau bertindak dengan otak kanan, Saya yakin, jika kita mampu juga menggunakan otak kanan, maka seperti pada saat kita setir mobil. Serba otomatis, tidak lagi harus dipikir, semua sudah di bawah sadar kita.
Kalau pun, di saat kita praktek setir mobil atau mempraktekkan teori kita itu, terjadi berbagai kendala, seperti: di saat kita memasukkan mobil ke garasi, mobil kita sedikit rusak karena nyenggol pagar misalnya, saya kira nggak masalah. Begitu juga, ketika kita kecil belajar bersepeda, mengalami jatuh beberapa kali, itu sudah biasa. Tapi, akhirnya, bisa juga kita naik sepeda. Artinya, kita baru bisa naik sepeda setelah pernah mengalami jatuh beberapa kali.

Di bisnis, saya kira itu juga sama. Kita harus ada keberanian untuk jatuh dan bangun. Sebaliknya, kalau tidak ada keberanian seperti itu, bisnis sekecil apapun tak akan ada. Dan, kalau kita biarkan ide bisnis itu, akibatnya kita hanya kaya ide bisnis, tapi miskin duitnya. Saya yakin, engan keberanian itulah akan mendatangkan duit. Oleh karena itulah, menurut hemat saya, lebih baik kita berani mencoba dan gagal dari pada gagal mencoba. Anda berani mencoba?
Sumber: www.entrepreneuruniversity.co.id